SUMEDANG,– PT. Kahatex Sumedang menepis adanya isu merumahkan 3.000 karyawannya yang habis masa kontrak secara sepihak akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Manajer Umum Bidang Humas dan Lingkungan PT Kahatex, Luddy Sutedja menbenarkan jika pandemi yang sudah 3 tahun melanda membuat perusahaan-perusahaan selain Kahatex ikut kesulitan dari sisi order yang terus turun. Hal itu ditambah dengan kenaikan BBM yang berdampak pada meningkatnya kost produksi perusahaan.
“Tapi sebetulnya kenaikan BBM ini kami masih bisa menyikapi. Masih bisa disisasati. Tapi karena memang pandemi yang panjang menyebabkan order kita menurun. Kejadian perang Ukraina pun berpengaruh, itu wilayah Eropa, produk kita masuk ke sana. Jika dulu prosedurnya tidak sesulit ini, sekarang semua susah, harus izin itu dan ini. Dan ini yang menyebabkan buyer kita di Eropa agak kesulitan order ke PT Kahatex,” terang Ludy, di kantornya, Sabtu (17/9/2022).
Selain itu, imbuh Ludy, adanya pergeseran dari energi Batu Bara ke energi terbarukan, menyebabkan buyer meminta perubahan energi. Menurutnya, Kahatex harus sudah mulai berpikir bagaimana menggunakan solar thermal atau solar cell yang bisa menggantikan komunitas batubara.
“Ini memang perlu kost tinggi. Dan untuk menyiasati itu semua agar kita bisa terima order lagi dari Eropa, otomatis kita harus menyesuaikan penggunaan energi terbarukan sesuai standar di eropa. Berdasarkan rapat dengan berbagai departemen, salah satu solusi adalah dengan mengurangi jumlah karyawan dengan tidak memperpanjang kontrak mereka. Jadi bukan di-PHK begitu saja,” ujarnya.
Dari jumlah 3.000 karyawan kontrak PT Kahatex, sebagian kontraknya memang tidak diperpanjang sejak Agustus kemarin.
“Namun Kahatex juga masih punya hati, tidak serta merta tidak merumahkan semua karyawan. Melainkan dipertimbangkan berdasarkan kinerja karyawan kontrak mulai absensi, sikap dengan atasan, dan loyalitas kepada perusahaan,” ujar Ludy.
Ia menegaskan, Kahatex bukan perusahaan yang seenaknya melakukan sesuatu tanpa berpikir. Pihaknya tetap memikirkan dampak sosial hingga persoalan lingkungannya.
“Banyak masyarakat yang menopang hidupnya di Kahatex. Makanya, kita tetap jaga hubungan baik dengan desa, dengan masyarakat, dengan tokoh masyarakat. Oleh karena itu kita mulai dari bulan Agustus, karyawan yang habis masa kontraknya totalnya ada 632 orang. Dari jumlah 632 orang itu kita enggak langsung putus kontraknya, hanya 60 orang yang dengan sangat terpaksa kita putus kontraknya. Jadi bukan PHK,” terang Luddy. (Abas)