JAKARTA,– Aliansi Wartawan Non-Mainstream Indonesia (Alwanmi) menilai kasus sengketa tanah yang menimpa Gunata Prajaya Halim (52) beserta ayahnya, Wahab Halim (85) dipenuhi kejanggalan.
Koordinator Nasional Alwanmi, Arief P. Suwendi mengatakan, berdasarkan data yang dihimpunnya diperoleh jika tanah yang menyeret Gunata-Wahab berada di Kelurahan Cikiwul, Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat.
“Mengapa kita sebut kasus ini penuh kejanggalan, karena sebenarnya semua kronologis transaksi jual beli yang dilakukan Gunata-Wahab sejak awal tertib administrasi dan hukum. Secara hukum juga dikuatkan dengan adanya dokumen akta jual beli (AJB), sehingga terbitlah sertipikat hak milik (SHM) sekitar tahun 1998. Bahkan ada pernyataan tidak bersengketa dari Desa Cikiwul, Bantar Gebang,” ungkap Arief, kepada media ini, Kamis (28/3/2024) petang.
Ia juga mengaku heran karena pada tahun 2020, Gunata dan ayahnya dilaporkan sebagai pemalsu keterangan dan dokumen.
“Dalam peristiwa ini, kami berasumsi adanya keterlibatan mafia tanah. Dan inilah bahaya laten mafia tanah. Orang yang tertib administrasi, patuh hukum dan mengikuti prosedur yang ada bisa tumbang hanya dengan suatu tuduhan yang memutarbalikan fakta,” ujar Arief.
Disinggung soal darah baru di Kementerian ATR/BPN pasca dilantiknya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Arief menyebut jika AHY menjadi asa baru bagi bumi pertiwi dalam memerangi para mafia tanah.
“Kasus Gunata-Wahab ini juga akan kita bawa kepada pak AHY, Presiden Jokowi dan lainnya. Selain mencari keadilan untuk Gunata-Wahab, kita juga ingin berpartisipasi memberangus mafia tanah sekaligus membawa sample kasus, yaitu yang dialami Gunata-Wahab,” pungkas Arief, yang juga Koordinatir Nasional Alumni Kongres Relawan Jokowi tahun 2013 (AkarJokowi2013).
Di tempat sama, Wakil Ketua Alwanmi, Wira Bibib menjelaskan, kronisnya kasus tanah oleh para mafia bukan hanya menggardaterdepankan Kementerian ATR/BPN, namun partisipatif masyarakat, insan pers dan pihak lainnya dibutuhkan guna mewujudkan Indonesia tanpa mafia tanah.
“Diperlukan dorongan alternatif, non-mainstream, underground untuk menuju pemerintahan yang jujur, kredibel, bersih dan pro-rakyat. Kita punya dasar hukum, yaitu UUD 1945 Pasal: 28-A, 28-C ayat 2, 28- F maupun rujukan Komisioner Mediasi,” katanya.
Ia pun mengutip pernyataan Komnas HAM RI, Hairiansyah yang mengatakan bahwa dalam perspektif HAM, wartawan maupun profesi yang berkaitan dengan pemberitaan tentang Hak Asasi Manusia dikategorikan sebagai pembela HAM.
“Maka dari itu, lahirlah Alwanmi di Gedung Juang, Jakarta pusat sekitar tahun 2019 yang bertepatan dengan pre-pilpres 2019. Dimana merupakan wadah cair para wartawan media online non-mainstream, dan beberapa kegiatan dilakukan sesudahnya melakukan dialog terbuka sekaligus merefrensikan tokoh-tokoh masyarakat yang layak masuk bursa Kabinet Presiden Jokowi saat itu ,dengan tema ‘Ngopi Kebangsaan’ yang juga diteruskan dengan audiensi dengan Kantor Staf Presiden RI saat itu,” papar Wira.
Dia menuturkan, Alwanmi tak hanya sekadar pekerja pers. Lebih dari itu Alwanmi menjadi pengawal program pemerintah termasuk didalamnya memberantas mafia tanah yang kian hari mengkhawatirkan.
“Ya, kami khawatir mafia tanah ini bukan hanya merampas hak Gunata-Wahab, namun hak wong cilik pun ikut terampas kejamnya mafia tanah. Maka berkaca dari kasus Gunata-Wahab, kami akan mencari keadilan untuk anak dan bapak ini,” katanya.
Wira menyebutkan, keseriusan Alwanmi untuk membantu pemerintah memberantas mafia tanah, telah ditandai dengan sebuah acara bertajuk ‘Buka Puasa dan Bedah Kasus’, baik tentang konflik agraria, pilkada serentak dan lainnya. Acara dilangsungkan di JFS, Jatinegara, Jakarta Timur, Rabu (27/3/2024).
“Intinya, acara buka puasa dan bedah kasus ini adalah bentuk dukungan kepada pemerintah tentang apapun yang terjadi di lapangan,” ungkapnya. (bon)