JAKARTA,— Pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Barisan Relawan Jokowi Presdien / Barisan Relawan Jalan Perubahan (BaraJP), Jonny Sirait menyikapi adanya hak karyawan PT. Biro Klasifikasi Indonesia (Persero) yang belum dibayarkan perusahaan milik BUMN tersebut.
Jonny menjelaskan, perselisihan ini bermula saat dua karyawan PT. Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) inisial Y dan H mengajukan permohonan pensiun dini dan pensiun yang telah disetujui perusahaan melalui Keputusan Dreksi BKI.
Perselisihan yang terjadi mengenai pengakuan masa kerja dimana PKB BKI mengakui masa kerja karyawan terhitung sejak menjadi pegawai tetap.
Sementara sesuai UU Ketenakerjaan No 13 tahun 2003 pengakuan masa kerja pegawai dihitung sejak terjadinya ikatan kerja antara pekerja dan pengusaha.
“Namun sayangnya, hak-hak dua karyawan tersebut belum dipenuhi BKI sesuai UU Ketenakerjaan No 13 tahun 2003 mengingat kedua karyawan ini sebelum diangkat sebagai pegawai tetap telah menjadi pegawai BKI sebagai PKWT selama 8 tahun dan 10 tahun,” kata Jonny.
Jonny menambahkan, kedua karyawan ini juga telah menerima penghargaan masa kerja selama 15 tahun dan 25 tahun oleh Direksi BKI dengan Keputusan Direksi BKI yang dihitung sejak kedua karyawan ini sebagai pegawai kontrak (PKWT).
“Namun hak-hak pensiunnya, penghitungan masa kerjanya dihitung sejak menjadi pegawai tetap sesuai PKB BKI, sehingga masa kerja Y yang seharusnya 27 tahun, tapi diakui BKI selama 17 tahun dan masa kerja H yang seharusnya 33 tahun diakui oleh perusahaan (BKI) selama 23 tahun,” papar Jonny.
Sebenarnya, kata dia, kasus pengakuan masa kerja seperti ini pernah terjadi di BKI tahun 2019. Di mana pegawai BKI menggugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Mahkamah Agung (MA).
“Pekerja tersebut memenangkan gugatannya sesuai Nomor 356/Pdt.Sus-PHI/2020/PN.Jkt.Pst., dan Putusan MA Nomor 103 K/Pdt.Sus-PHI/2022,” ungkap Jonny, ditemui di Bogor, Jumat (5/7).
Ia menambahkan, PN dan MA mengabulkan gugatan pegawai BKI tersebut, bahwa masa kerjanya dihitung mulai sejak terjadinya ikatan kerja antara pekerja dan pengusaha sesuai pasal 59 UU Ketenagerjaan No 13 Tahun 2003 ,yakni sejak sebagai pegawai sebagai pegawai kontrak (PKWT).
Dari kasus ini, pria berdarah Batak itu berharap PT. BKI tidak mengulangi kesalahan yang sama terhadap pekerja hingga masuk ranah PN dan MA.
Seharusnya, kata Jonny, kasus perselisihan tahun 2019 ini menjadi acuan agar Manajemen BKI melakukan revisi terhadap PKB BKI.
“Maka, kami DPP BaraJP meminta PT. BKI menyelesaikan kewajibannya terhadap Y dan H, dengan diawali melakukan mediasi. Ya kita berharap kasus yang sama sebelumnya tidak terulang sampai ke pengadilan bahkan MA. Selesaikanlah melalui mediasi yang telah dilakukan antara pekerjaan dan pengusaha dengan mediatornya oleh Depnaker Jakut yang telah berjalan saat ini,” papar Jonny.
Menurut dia, jalan terbaik penyelesaian perselisihan ini adalah perusahaan melakukan kewajibannya memenuhi hak pekerjanya dan besikap kooperatif dan melakukan koreksi terhadap PKB yang tidak sesuai dengan UU Ketenakerjaan, sehingga tidak merugikan hak-hak karyawan BKI, dimana PKB BKI saat ini juga masih menggunakan PKB periode 2016-2017, belum ada PKB terbaru.
“Selain itu, kami berharap para komisaris wajib mengawasi para direksi agar tidak bertindak sewenang-wenang. Dalam hal ini, kami BaraJP siap mengawal permasalahan yang menimpa 2 karyawan PT. BKI,” ujarnya.
Di sisi lain, tambah Jonny, kasus ini sejatinya menjadi cermin dan pelajaran bagi pemerintah, khususnya Kementerian BUMN untuk lebih memberikan pengawasan terhadap PT. BKI dan BUMN lainnya agar mematuhi dan taat hukum terhadap UU yang ada. **