BOGOR,– Ketika pelanggaran fatal pada pemilu dianggap sepele dan penyelenggara terkesan bermain didalamnya, maka hal itu menjadi anomali yang dapat mengancam kehancuran demokrasi.
Demikian disampaikan Jonny Sirait sebagai tim pemenangan pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Bogor H.R Bayu Syahjohan dan Musyarafur Rahman, pada saat membuka diskusi santai bertajuk “Menyelamatkan Martabat Demokrasi Kabupaten Bogor” di sebuah warung kopi, Jalan Danau Bogor Raya Katulampa, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor, Rabu (4/12).
Pada diskusi yang juga dihadiri Advokat Farhan, tokoh politik Andriyana dan tokoh lannya itu, mereka menyepakati jika Pilkada Kabupaten Bogor tahun ini menjadi sebuah momok menakutkan yang dapat meleburkan demokrasi.
“Kita dapat berkaca bahwa di Kabupaten Bogor tercinta, istilah ‘coblos lah dengan hati nurani’ seakan hanya menjadi kata-kata kiasan. Nyatanya kehausan akan kekuasaan merubah segalanya,” tutur Jonny.
“Iya dong, kita lihat pengawas pemilu saja dengan mudah menghentikan suatu laporan masyarakat. Padahal bagi masyarakat laporan atas dugaan kecurangan pilkada itu sangat penting. Tapi kenapa Bawaslu enteng menghentikannya. Kan pertanyaan bodohnya adalah, dikasih berapa sih sampai hukum dipermainkan begini,” tambah Jonny seraya meneguk segelas kopi.
Lantas, Andriyana memotong pembicaraan dengan mengatakan, KPU dan Bawaslu di Kabupaten Bogor juga terkesan saling membelakangi.
“Saya sepakat dengan Bung Jonny, petinggi KPU dalam sebuah pemberitaan menyebutkan jika pelanggaran ini ada unsur pidananya, namun orang Bawaslu menepisnya dengan alibi tidak cukup bukti. Ini mengerikan,” kata Andriyana.
Andiyana mengutip jika Ketua KPU Kabupaten Bogor, Adi Kurnia telah mengungkapkan bahwa saat ini oknum Ketua KPPS tersebut sudah diberhentikan dan proses hukumnya akan segera ditindaklanjuti di Gakkumdu Bawaslu.
“Ketua KPU mengatakan, SK ketua KPPS itu sampai tanggal 7 Desember, tinggal di Gakkumdu dulu karena prosesnya kan ke pidana. Ini yang menarik, dia bilang ke pidana saya ulangi ke pidana,” kata Andriyana.
Dengan segera, Jonny meneruskan pernyataan itu. Jonny mengatakan jika oknum KPPS telah mengakui kesalahannya dan ada bukti video, termasuk pelapor dan saksi juga ada.
“Ada yang mencoblos lebih dari sekali, diketahui pula oleh Ketua KPPS dan diizinkan. Saat kita klarifikasi, oknum ini mengakui kesalahannya. Artinya si oknum sudah mengakui telah ‘mencuri’. Tapi Bawaslu dengan enteng menyebut itu pelanggaran kode etik. Nah kalau begitu, orang yang mencuri ayam kita enggak usah pidana, kita bantah saja itu pelanggaran kode etik,” ungkap Jonny, seraya tertawa terkekeh-kekeh.
Advokat Farhan pun tidak mau melewatkan momen penting ini. Ia dengan tegas menyebutkan, pelaksanaan Pilkada Kabupaten Bogor kini telah menuai beragam kritik dari berbagai kalangan.
“Jika kita perhatikan secara seksama dan dengan perasaan, saya kira dugaan kecurangan dimulai dari indikasi tidak netralnya penyelenggara. Seolah mereka punya tujuan untuk memenangkan salah satu kandidat tertentu. Lantas kegelisahan dan kekhawatiran itu pun kini gamblang ya, pelaku kecurannganya sampai saat ini lolos dari jeratan hukum,” papar Farhan.
“Saya pikir kejadian ini adalah bencana politik bagi Kabupaten Bogor. Saran saya, biarlah mereka yang mendapatkan sebuah kue menari-nari, tapi ingat Bung, tuhan itu tidak tidur. Tugas kita sekarang, mari selamatkan demokrasi, sebab dalam sejarah, masyarakat sipil seperti kita lah yang selalu menyelamatkan Indonesia dari beragam bencana demokrasi, terutama bencana politik,” sambung Farhan.
Jonny Sirait terlihat manggut-manggut pertanda setuju dan salut dengan pernyatan Farhan. Ia kemudian menguatkannya dengan mengatakan, jika kecurangan ini dibiarkan, maka akan berdampak pada hilangnya legitimasi publik terhadap pemilu.
“Saat ini saja sudah bermunculan protes sosial dan gerakan publik yang tidak puas terhadap proses pemilu di Bogor. Ini seperti kejadian di Yogyakarta Bung. Ada gerakan yang disebut Gejayan Memanggil melakukan upaya ‘jaga kampung’ karena mereka menilai kampung sebagai satuan politik terkecil yang harus dijaga dan jangan sampai ada intervensi kelompok politik yang tidak bertanggungjawab. Nah intervensi ini sepertinya terjadi di Kabupaten Bogor, dan kita kecolongan,” ungkap Jonny.
Fakta lain soal pelanggaran pemilu, sambung Jonny, pada pemilu 2024 kemarin saja, Bawaslu RI menerima sedikitnya 2.264 laporan dugaan pelanggaran pemilu, dan yang menjadi tren dugaan pelanggaran pidana pemilu adalah pelanggaran administrasi.
“Kemudian Pelanggaran kode etik juga menjadi kasus yang paling banyak terjadi. Dengan demikian, kini bukan lagi saatnya mengembar-gemborkan jangan golpot, jangan golput! Tapi saatnya masyarakat menyuarakan benahi penyelenggara pemilu! Tentunya harapan kita ada sebuah jaminan jika penyelenggara ini benar-benar netral,” papar Jonny.
Diskusi itu pun mengerucut pada sebuah kesepakatan jika mereka bersama akan terus berjuang menyelamatkan demokrasi Kabupaten Bogor dengan segala upaya.
“Oke sementara ini saya kira diskusi ini cukup ya. Tantangannya memang berat, namun ingat, kita jangan mau mewariskan bencana demokrasi ini kepada anak cucu kita kelak,” pungkas Jonny, diiyakan rekan-rekannya itu. ***