SUMEDANG,– Program One Village One Produk yang digalakkan Bupati Sumedang, H. Dony Ahmad Munir dipertanyakan sejumlah warga Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Jatinangor. Pasalnya, program tersebut belum dirasakan masyarakat Jatinangor.
“Katanya ada program Bupati Sumedang (One Village One Produk) seperti apa programnya? Di Jatinangor banyak produk unggulan, misalnya senapan Cipacing, Bonsai Kelapa Cisempur, dan masih banyak lagi desa lain yang memiliki ciri khas produk sendiri. Tapi kan sampai saat ini belum dipromosikan Pemda Sumedang,” kata Dodi Mikky, salah seorang warga Jatinangor.
Dodi Mikky, pengrajin Bongsai Kalapa yang sangat laku di pasaran juga mengaku tidak tersentuh program Bupati Dony untuk mempromosikan produknya itu.
“Saya dengan desa lain seperti Desa Perajin Sepatu di Situraja, Desa Perajin Alumanium di Baginda, dan masih banyak lagi tersentuh program ini, tapi di Jatinangor mah tidak,” ungkapnya.
Menurut Dodi, Jatinangor memiliki banyak potensi produk unggulan yang seharusnya bisa dimanfaatkan Pemkab Sumedang dalam One Village One Produk.
“Saya juga gak ngerti, kenapa belum terpromosikan. Bujeng bujeng dibantosan modal, dikenalkan juga tidak,” kata perajin Bongsai Kelapa asal Desa Cisempur Jatinangor itu.
Dikatakan, meski ada pelatihan tenaga kerja atau kewirausahaan, namun ujung-ujungnya tidak selalu sukses. Sebagai contoh, banyak program Pemda yang putus di tengah jalan tanpa ada kelanjutan.
“Jadi hanya penyerapan anggaran saja. Asal ada foto bukti kegiatan, selanjutnya tidak dipantau apakah programnya berhasil atau tidak. Bahkan yang lebih miris lagi anggaranya dialihkan ke proyek siluman,” ujarnya.
Syarat One Village One Produk
Sementara Anggota DPRD Sumedang Dudi Supardi menjelaskan, syarat suatu desa dijadikan One Village One Produk yakni pertama wilayah desa atau kecamatan yang mempunyai potensi sumber daya unggulan, seperti sumber daya alam sebagai bahan baku, keterampilan masyarakat atau lainnya yang dapat diolah dan dikembangkan menjadi barang atau produk bernilai tambah tinggi, berorientasi hingga memungkinkan sampai bisa ekspor.
“Kedua, wilayah yang masyarakatnya telah melakukan kegiatan produksi barang/produk yang sama/sejenis (sentra IKM) yang dapat dikembangkan lagi menjadi produk yang bernilai tambah lebih tinggi berorientasi ekspor. Dan ketiga, Produk yang diproduksi tersebut memiliki keunikan dan kearifan lokal atau sejarah yang dinilai dari aspek bahan baku dan/atau keterampilan lokal maupun budaya local,” terangnya seperti diwartakan RRI.
Selanjutnya, memiliki pengurus sentra yang dapat berupa kelompok usaha, KUB, koperasi, paguyuban. Ketersediaan bahan baku di daerah setempat, dan Kemudahan akses ke lokasi sentra untuk dicapai transportasi umum.
“Kami komisi I sudah sepakat dengan DPMD tiap taun ada desa yang didorong untuk bisa ikut lomba desa, dan ini yang ingin dibicarakan dengan dewan terpilih dapil 5 agar tiap taun ada desa yang bisa didorong dari dapil 5. Insya Alloh kalau bisa menyatukan kekuatan apalagi disupport oleh masyarakatnya akan bisa terwujud,” tandasnya. (Abas)