GARUT, — Sumber Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) mencatat bahwa melalui kegiatan pengusahaan panas bumi, yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) telah menyetorkan bonus produksi sebesar Rp 185,18 miliar periode 2014 sampai dengan triwulan II tahun 2018.
Bonus produksi ini wajib disetorkan oleh pengembang panas bumi kepada Pemerintah Daerah Penghasil. Tercatat sebanyak 25 Kabupaten/Kota sebagai daerah penghasil yang telah menerima bonus produksi, dan Pemerintah Kabupaten Bandung merupakan penerima terbesar yaitu sebesar Rp 79,06 miliar.
Bahwa energi panas panas bumi menyumbang tidak hanya pendapatan negara melalui Pendapatan Belanja Negara Bukan Pajak (PNBP) tetapi juga bonus produksi bagi Pemerintah Daerah. Pemerintah kabupaten/kota mendapatkan tambahan pemasukan dan manfaat dari bonus produksi panas bumi dengan skema bagi hasil, yaitu sebanyak 20 % untuk Pusat dan 80 % untuk Daerah. Persentase bonus produksi untuk daerah kemudian dibagi porsinya menjadi 16% untuk pemerintah provinsi, 32% untuk pemerintah kabupaten/kota penghasil dan 32% untuk pemerintah kabupaten/kota lain.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 21 tahun 2014 tentang Panas Bumi, untuk penjualan uap panas bumi, bonus produksi yang harus dibayarkan pengembang sebesar 1 persen dari pendapatan kotor. Sedangkan untuk penjualan listrik, bonus produksinya ditetapkan lebih rendah, yakni 0,5 persen dari pendapatan kotor. Parameter dan bobot yang dijadikan dasar perhitungan bonus produksi meliputi luas wilayah kerja, infrastruktur produksi, infrastruktur penunjang, dan realisasi produksi.
Diharapkan bonus produksi dapat memupuk rasa kepemilikan oleh masyarakat terhadap kegiatan pengusahaan panas bumi tersebut sehingga tercipta sinergi antara masyarakat dengan badan usaha pengembang panas bumi dalam upaya pemanfaatan sumber daya panas bumi. Hal ini diungkapkan oleh Direktur Panas Bumi, Ida Nuryatin Finahari, di sela-sela kegiatan Sosialisasi Capaian Kinerja ESDM dengan topik Panas Bumi dan Lingkungan Hidup, yang digelar di Kamojang pekan lalu (11/03/2020).
“Harapannya pengembangan panas bumi ke depannya mampu mendapatkan dukungan penuh dari masyarakat setempat,” ungkap Ida.
Pada kesempatan yang sama Bupati Garut, Rudi Gunawan menyatakan, bahwa panas bumi merupakan salah satu sektor untuk mempercepat proses pengembangan daerah. Kontribusi panas bumi bagi Kabupaten Garut dari kawasan Darajat misalnya mencapai antara 8 sampai 9 miliar rupiah per tahun, dari PLTP Kamojang mencapai Rp 1,2 miliar per tahun dan pada tahun 2018, sudah mulai masuk kontribusi dari Karaha.
“Uang dari bonus produksi ini kami gunakan untuk membangun kecamatan sekitar, yang berdekatan dengan wilayah kerja panas bumi, seperti Kecamatan Pasir Wangi, yang merupakan daerah miskin, kami berusaha jangan sampai ada rumah yang tidak ada listrik,” kata bupati.
Bupati Garut mejelaskan, “Kami menerima (bonus produksi melalui kas daerah) mulai tahun 2006 sampai dengan 2018 sebesar Rp 275 miliar dari skema bagi hasil produksi panas bumi, yang kami manfaatkan untuk kepentingan pembangunan, utama nya bagi area sekitar wilayah kerja produksi panas bumi,” jelasnya.
Keberadaan bonus produksi panas bumi diyakini dapat menjadi solusi atas keluhan penduduk yang tinggal dekat dengan fasilitas produksi panas bumi dan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP). Pemberian bonus produksi panas bumi bertujuan untuk menumbuhkan rasa kepemilikan bagi masyarakat yang tinggal di area potensi panas bumi.
Bupati Garut menyampaikan komitmennya untuk terus mendukung kegiatan panas bumi yang ada di wilayahnya. Menurut hasil studi tim survei geologi, wilayah Garut masih memiliki potensi panas bumi, misalnya yang ada di gunung Papandayan sebesar 225 MW, di Cilayu dan beberapa titik lain.
“Menurut kajian, wilayah Garut memiliki potensi panas bumi 1.000 MW, kapasitas terpasang saat ini 500 MW, dan kami selaku Pemerintah Daerah akan terus mendukung ini,” ungkap Rudi. (DLP)