BANDUNG,– Sejumlah permasalahan tengah dihadapi pelaku ekonomi kreatif di Provinsi Jawa Barat, seperti kekurangan permodalan bagi pelaku ekonomi kreatif, kekurangan SDM dalam mengembangkan ekonomi kreatif, pendampingan dalam pemasaran, dan yang tidak kalah pentingnya adalah masalah aspek Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI).
Faktor permodalan bagi para pelaku ekonomi kreatif merupakan bagian dari Usaha Kecil dan Menengah (UMKM) dan Industri. Secara makro memang mendapat dukungan finansial dari skema pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang telah diluncurkan pemerintah berdasarkan Nota Kesepahaman Bersama (MoU) antara Pemerintah, Perusahaan Penjaminan, dan Perbankan tentang Penjaminan kepada UMKM.
Namun demikian, menurut Anggota Komisi 2 DPRD Jawa Barat, Hj. Lina Ruslinawati, hal ini belum dapat dimanfaatkan oleh pelaku ekonomi kreatif secara keseluruhan, mengingat perbedaan pola bisnis sektor ekonomi kreatif, dengan sektor ekonomi lainnya.
“Untuk itu, perlu dipikirkan lagi pola pemberian bantuan keuangan ekonomi permodalan bagi pembiayaan ekonomi kreatif,” ujar Lina Ruslinawati, di Bandung, kemarin.
Menurutnya, para pelaku ekonomi kreatif kebanyakan merupakan pelaku usaha yang tergolong dalam start up. Artinya, para pelaku usaha yang bergerak di bidang ekonomi kreatif kebanyakan merupakan para pelaku pemula dan perintis.
Sebagai pelaku start up maka banyak dari mereka yang mengalami kesulitan dalam mengembangkan usaha, karena tidak memenuhi persyaratan/kriteria yang diwajibkan oleh perbankan. Regulasi yang ada sekarang tidak dapat mengakomodir untuk perbankan menyalurkan kredit kepada pelaku usaha ekonomi kreatif.
“Untuk itu perlu ada strategi lain untuk membantu para pelaku usaha ekonomi kreatif dalam mendapatkan bantuan modal,” saran Lina.
Menurut Lina Ruslinawati, perlu dikembangkan alternatif model pembiayaan lain, yakni dengan cara mendorong peran aktif venture capital (modal ventura) dan private equity (ekuitas swasta), sebagai investor di industri kreatif. Selain itu, perlu juga merangsang agar aktivitas corporate social responsibility (CSR) perusahaan juga diarahkan untuk mendorong lahirnya industri kreatif baru.
Dan tidak kalah pentinya juga, harus mengupayakan agar dunia perbakan memiliki skema pembiayaan khusus yang memihak kepada pelaku ekonomi kreatif. Sumber pembiayaan bagi ekonomi kreatif dapat diberikan melalui pembiayaan alternatif seperti pinjaman atau penyertaan modal.
“Sehingga diharapkan kedepannya para pelaku ekonomi kreatif tidak lagi kesulitan dalam aspek permodalan usaha mereka,” harapnya.
Sementara aspek sumber daya manusia juga merupakan factor yang sentral dan penting dalam pengembangan ekonomi kreatif. Karena dalam ekonomi kreatif, proses penciptaan ide kreatif merupakan hal yang vital dan merupakan unsur utama dari proses itu sendiri.
Mengembangkan SDM ekonomi kreatif menurut Lina Ruslinawati yang juga merupakan Anggota Fraksi Gerindra DPRD Jabar, merupakan faktor yang dominan dalam mempengaruhi peningkatan produksi.
Peran pemerintah dalam pengembangan SDM ini menurutnya, belum terlihat secara signifikan. Padahal ini penting bagi kelanjutan dan merangsang daya inovasi para pelaku ekonomi kreatif. Sejumlah unsur harus ikut dilibatkan dalam pengembangan SDM ini.
“Ada empat unsur yang harus kerjasama dalam pengembangan SDM ini. Pemerintah, akademisi, swasta dan pelaku ekonomi kreatif itu sendiri,” terangnya.
Untuk aspek pemasaran perlu diperbaiki, terkait dengan potensi pasar lokal dan global bagi ekonomi kreatif sangat besar. Meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat yang berdampak meningkatnya jumlah barang dan jasa, perubahan pola konsumsi masyarakat yang tidak hanya sebagai konsumen, dan meningkatnya jumlah penduduk.
Ketiga hal ini, menurut Lina Ruslinawati yang juga merupakan Anggota Fraksi Gerindra DPRD Jabar, dapat meningkatkan permintaan terhadap produk dan jasa kreatif. Sehingga dibutuhkan langkah kongkrit dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Apalagi, program pemasaran yang selama ini difasilitasi oleh pemerintah provinsi melalui dinas terkait, sepertinya kurang maksimal.
Terakhir, yang juga harus diperhatikan adalah faktor Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) bagi ekonomi kreatif. Karena ekonomi kreatif merupakan salah satu jenis ekonomi yang menggunakan ide, gagasan, kreativitas atau pemikiran untuk memberikan nilai tambah dalam suatu barang atau jasa.
“Sehingga pengembangan ekonomi kreatif dalam masyarakat, memerlukan kepastian dan perlindungan hukum terhadap ide, gagasan dan kreativitas yang mereka hasilkan,” tandasnya.
Dalam perkembangan ekonomi kreatif di Provinsi Jawa Barat, hal ini telah menjadi masalah yang cukup signifikan. Banyak pelaku ekonomi kreatif merasa produk/jasa yang telah mereka hasilkan dengan mudahnya ditiru atau diduplikasi oleh para pelaku ekonomi lainnya.
Namun permasalahan yang sering timbul adalah proses pendaftaran HAKI yang sering kali memerlukan waktu yang lama dan memerlukan proses yang berbelit-belit. Ini problem yang harus diatasi.
“Oleh karena itu, perlindungan hukum bagi HAKI diperlukan untuk melindungi para pelaku ekonomi kreatif,” pungkasnya. (is)