CIREBON,– Dewan Pengawas Dwan Pimpinan Pusat (DPP) Himpunan Insan Penulis dan Wartawan Indonesia (HIPWI) H. Asep Dedi angkat bicara terkait pengaduan Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Cirebon Raya ke pihak Polresta Cirebon.
Tak hanya itu, H. Asep juga menyayangkan pihak IJTI yang mengecam keras soal adanya ‘pencatutan’ nama yang dilakukan oleh tiga media daring di Cirebon, Jawa Barat dalam salah satu pemeberitaannya.
“Organisasi yang seharusnya merangkul dan berjuang bersama dalam memperjuangkan hak-hak dari jurnalis, akan tetapi justru malah berbeda. Itu tak seharusnya terjadi, apalagi terlihat dalam pemberitaan disebutkan media yang dilaporkan ini tidak terdaftar di dewan pers sehingga mereka mengabaikan hak koreksi atau hak jawab,” katanya.
Ditambahkan, Dalam Undang-Undang No 40/1999 disebutkan, hak jawab adalah seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
“Disana tidak disebutkan media yang sudah terverifikasi atau belum. Jadi hak jawab sebaiknya disampaikan langsung kepada redaksi media yang bersangkutan. Jika tidak ada kesepakatan, sesuai dengan UU No 40/1999, Dewan Pers dapat menjadi mediator. Jika penyelesaian berlanjut ke pengadilan, acuan hukum yang digunakan adalah UU No 40/1999 tentang Pers,” jelasnya.
Untuk diketahui, laporan yang dilakukan Ketua IJTI Cirebon Cirebon Raya berawal dari pemberitaan beberama media terkait Polresta Cirebon yang diduga tebang pilih atau membatasi saat adanya konferensi pers.
“Namun organisasi IJTI seolah kebakaran jenggot, pasalnya mereka merasa secara pribadi dan organisasi sudah dicemarkan nama baiknya lantaran mencatut nama organisasinya yang dijadikan suatu komentar atau tanggapan atas pemberitaan tersebut,” sambung H. Asep.
Diketahui, Ketua IJTI Cirebon Raya, Faisal N langsung menghubungi media yang menayangkan berita tersebut yang mencatut komentarnya dalam sebuah pesan Whatsapp dan disajikan dalam pemberitaan.
“Hapus tidak setadment saya, kalo tidak dihapus urusanya panjang,” tulis Faisal N, seolah memberikan ancaman kepada salah satu wartawan yang menulis berita tersebut.
Pada tanggal 18 Agustus 2020, Faisal N kemudian melaporkan pencemaran nama baik ke Polresta Cirebon. Berdasrkan berita yang dikutip dari pojok satu, bahwa dirinya merasa dicemarkan baik secara pribadi dan selaku ketua atau organisasi.
Ia berharap agar kejadian seperti itu tidak terulang kembali. Mengingat, dalam kerja-kerja jurnalistik sebuah berita harus bersifat benar dan berimbang, supaya tidak ada kesalahan persepsi perihal informasi yang disampaikan kepada public.
Menyikapi pernyataan dan pemberitaan di beberapa media, H. Asep kembali berkomentar, bahwa media yang memberitakan juga tanpa mengkonfirmasi pihak lain, hanya mengkonfirmasi Ketua IJTI Cirebon Raya saja.
“Lantas, jika memang harus berimbang apakah media-media yang menerbitkan tentang laporan dirinya (Faisal N, red) ke Polresta Cirebon sudah berimbang, justru saya melihat mereka menerbitkan berita tanpa konfirmasi terlebih dahulu kepada media yang dilaporkannya,” ujar H. Asep.
“Padahal dalam suatu pemberitaan wajar saja kalau dirinya dimintai pendapat, karena dia adalah ketua organisasi kewartawanan yang ada di Polresta Cirebon, yang berkopenten. Tapi kok kenapa malah dia yang tidak terima ya. Bukannya ketua organisasi itu harus merangkul dan memberikan saran serta menjembatani,” imbuhnya.
“Jika menganggap media yang memberitakanya tidak terferivikasi semua di Dewan Pers apakah itu menjadi suatu masalah besar, kronis? Banyak kok media yang belum terverifikasi, namun prosedur-prosedur, seperti hak jawab dan lainnya kan harus tetap dihormati, dilakukan,” tambah H. Asep.
Ia juga mempertanyakan, apakah Ketua IJTI Cirebon raya sendiri sudah memiliki persyaratan yang memadai, salah satunya sudah mengikuti uji kompetensi wartawan (UKW) dan memiliki Id Card langsung dari dewan pers atau belum. “Kalau saya cek di websitenya dewan pers dengan kata kunci Faizal Nurahtman, di sana belum ada. Mungkin ia belum ikut UKW,” pungkasnya.
Sementara itu, saat dikonfirmasi terkait apakah dirinya sudah mengantongi kartu dari dewan pers, dengan nada tinggi ia tidak memberi jawaban jelas.
“Untuk apa menanyakan itu. Kalau sudah gimana, kalau belum gimana? Tujuannya apa? Pertanyaan ini untuk apa,” ujar Faizal. (one-to)