BANDUNG, — Bukan rahasia umum jika selama dua tahun memimpin, kinerja duet Oded M Danial dan Yana Mulyana, tak banyak membawa perubahan berarti bagi Kota Bandung. Berbagai program pembangunan serta mutasi-rotasi birokrasi, masih sarat dibumbui Kolusi Korupsi Nepotisme (KKN).
Mayoritas masyarakat aktif Kota Bandung menilai, kepemimpinan Oded gagal menciptakan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab, sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien. Begitupun dengan pencegahan korupsi, baik secara politik maupun secara administratif.
Terkait dengan itu, seluruh Ormas dan LSM se Kota Bandung, berencana ‘mengganjar’ Oded M Danial dengan rapor merah. Lewat pesan elektronik yang diterima redaksi, pemberian rapor merah tersebut merupakan bentuk gambaran utuh pelampiasan kekecewaan masyarakat terhadap kepemimpinan Oded M Danial.
Dijelaskan Koordinator Forum Peduli Bandung Kandar Karnawan, pihaknya akan mengadakan rapat koordinasi terkait agenda dan rencana statemen evaluasi kinerja Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung Tahun Anggaran (TA) 2019-2020.
“Intinya tentang rapor merah Wali Kota Bandung Oded M Danial,” ujarnya, lewat aplikasi pesan Whats App (16/12/2020).
Dijelaskan, penandatanganan dukungan pimpinan Ormas dan LSM se Kota Bandung rencananya akan dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 23 Desember 2020, bertempat di Gedung Indonesia Menggugat Jalan Perintis Kemerdekaan.
Sebelumnya, juga akan digelar diskusi ringan akhir tahun yang akan membedah kepemimpinan Oded pada hari Sabtu (19/12/2020). Rencananya, acara tersebut akan dihadiri seluruh pimpinan Ormas, LSM dan OKP se Kota Bandung.
“Selain diskusi juga akan ada penandatanganan komunike bersama tentang rapor merah kepemimpinan Wali kota Oded,” ujar Kandar.
Dijelaskan Ketua Analisa dan Kajian LSM Monitoring Community tersebut, jenis korupsi yang dilakukan kepala daerah dapat dibagi dalam lima modus, pertama intervensi dalam kegiatan belanja daerah, mulai Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ), pengelolaan kas daerah, pelaksanaan hibah, bantuan sosial (Bansos), pengelolaan aset, dan penempatan anggaran pemerintah daerah (Pemda) di BUMD.
“Yang kedua dari intervensi dalam penerimaan daerah, mulai pajak daerah atau retribusi, pendapatan daerah dari pusat, serta kerja sama dengan pihak lain,” kata Kandar.
Ketiga dari sektor perizinan, mulai dari pemberian rekomendasi, penerbitan perizinan, dan pemerasan.
”Yang keempat adalah benturan kepentingan dalam proses PBJ, rotasi atau mutasi Aparatur Sipil Negara (ASN), dan perangkapan jabatan,” tambah Kandar.
Terakhir, penyalahgunaan wewenang, mulai dari pengangkatan dan penempatan jabatan orang dekat (nepotisme) sampai pemerasan saat adanya rotasi, mutasi, atau promosi Aparatur Sipil Negara (ASN). (DRY)