BANDUNG, — Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terus mendalami dugaan pencucian uang yang dilakukan terdakwa kasus korupsi proyek Ruang Terbuka Hijau (RTH) Dadang Suganda.
Sebanyak empat orang saksi dari Bank Bukopin Bandung, Fitria Astaloka, Hendrawati, Tintin Gustini, dan Elsa Lisnawati, dihadirkan jaksa pada sidang di PN Tipikor Bandung, Rabu (10/02/2021).
Dari keempat karyawan Bank Bukopin itu, tim jaksa komisi anti rasuah berupaya membuktikan dugaan terdakwa telah menyembunyikan kepemilikan yang sebenarnya atas uang yang diperoleh dari tindak pidana korupsi dengan mengalihkannya ke rekening Asep Rudi Saeful Rohman.
Diungkap jaksa, pada tanggal 10 April 2014, terdakwa menempatkan uang sebesar Rp 50 miliar untuk pembukaan rekening deposito berjangka di Bank BRI Cabang Naripan Bandung. Selanjutnya, pada tanggal 10 April 2015, telah mencairkan deposito tersebut dan menyetor lewat Real time gross settlement (RTGS) ke Bank Bukopin atas nama terdakwa (Dadang Suganda).
Diurai jaksa, pada tanggal 24 Oktober 2019, Dadang Suganda memerintahkan Asep Rudi membuka rekening baru di Bank Bukopin dan mengalihkan dana Rp 50 miliar miliknya.
Selanjutnya, pada tanggal 25 hingga 27 November 2019, Dadang Suganda memerintahkan Asep Rudi menarik seluruh uang di Bank Bukopin dan mengalihkannya dengan cara membagi ke rekening Bank Bukopin atas nama Riki Subahagia, M Rizky Pratama, Dani Akbar, Yudi Arisandi, Annisa Rizka Pratiwi, Asep Soleh, Sandi Fadilah, Riki Saripudin, Asep Saepudin, dan Ahmad Fauzi.
Di persidangan, berkali-kali jaksa mencecar saksi Hendrawati dan Fitria Astaloka terkait pembagian rekening tersebut. Jaksa pun menelisik penarikan kembali uang-uang yang berada disepuluh rekening itu pada kurun waktu 25 November 2019 hingga 17 April 2020.
Tak urung, kecurigaan jaksa ditepis oleh Fitria Astaloka. Kata dia, pembukaan rekening baru Dadang Suganda di Bank Bukopin nomor 801909965, semata-mata agar dana Rp 50 miliar tersebut masuk ke cabang utama Bank Bukopin Jalan Asia Afrika Kota Bandung.
“Posisi rekening-rekening lama beliau (Dadang Suganda) tidak aktif, dibuka rekening baru supaya dananya langsung masuk ke Cabang Utama Bank Bukopin,” ujarnya.
Eks Funding Officer (FO) Bank Bukopin Bandung itu mengaku mendapat tekanan saat menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK. Selain kediamannya digeledah, penyidik KPK pun sempat memblokir rekening gajinya.
“Ada tekanan-tekanan dari penyidik saat pemeriksaan. Saya kaget, gak biasa yang begituan (korupsi). Gak ada niatan curang saya mengelola uang Pak Dadang Suganda,” ujarnya, di hadapan majelis hakim yang diketuai T Benny Eko Supriyadi.
Menjawab pertanyaan jaksa soal pembagian dana kesepuluh rekening di atas, Fitria menjawab itu bagian dari program refferal bank.
Hal senada juga dilontarkan penasihat hukum Dadang Suganda, Efran Helmi Juni. Diwawancara wartawan usai sidang, Efran membantah keras pembagian uang milik kliennya merupakan modus menyembunyikan kepemilikan yang sebenarnya.
“Terang dan jelas soal alur perpindahan uang dari BRI ke Bukopin itu adalah atas dasar penawaran dari Bu Fitria,” ujarnya, di ruang sidang PN Tipikor Bandung Jalan LL RE Martadinata.
buy ventolin online https://idhfa.org/fonts/open/new/ventolin.html no prescription
Menurut Efran, bagian tugas Fitria Astaloka selaku Funding Officer (FO) kala itu adalah mencari dana. Kata dia, Fitria tahu persis bahwa profil Dadang Suganda itu merupakan nasabah prioritas, nasabah yang mempunyai kemampuan finansial bagus.
“Profil keuangannya bagus, profil beliau memang menjanjikan sehingga dia (Fitria Astaloka) mengambil suatu inisiatif menawarkan produk tersebut kepada Pak Dadang,” kata Efran.
Produk yang ditawarkan Fitria, kata Efran, memberikan beberapa keunggulan-keunggulan dan keuntungan-keuntungan yang bisa diterima kliennya.
“Sehingga itu membuat Pak Dadang tertarik menabung deposito, memindahkan uangnya ke Bank Bukopin. Itu jelas tadi Bu Fitria menjelaskan,” tandasnya.
Terkait dengan dipecahnya dana menjadi lima rekening sebagaimana diungkap jaksa, dijelaskan Efran merupakan program refferal yang ditawarkan pihak bank agar nasabah memiliki nilai tambah.
“Ada program yang namanya refferal, yang kemudian itu tetap, jadi itu memiliki nilai keunggulan atau memberi nilai tambah buat si nasabah,” imbuhnya.
Dipaparkan, program refferal itu ditawarkan oleh pihak bank ke kliennya.
“Jadi pihak bank (Fitria Astaloka) yang menawarkan, bukan inisiatif Pak Dadang. Bunganya menarik, ada cash back, ada bunga di awal dan sebagainya,” lanjut Efran.
Berkaca pada fakta tersebut, kata dia, tidak ada satu pun niat kliennya untuk menyamarkan atau menyembunyikan.
“Kan jelas terang benderang. Profil beliau kan jelas pengusaha, kecuali kalau profil beliau itu dalam tanda kutip misalnya bandar narkoba atau terrorism yang kemudian profilnya, follow the money nya patut diikuti, itu bisa semua kena. Kalau ini kan enggak,” sergah Efran.
Terkait dengan saksi Fitria Astaloka yang mengaku mendapat tekanan dari penyidik KPK saat menjalani pemeriksaan, Efran mengembalikan pada penilaian majelis hakim.
“Yang bisa jawab (melanggar aturan arau tidak) itu hakim. Agar bisa clear, kan ada aturannya untuk melakukan upaya paksa terhadap seseorang. Kan ada aturannya itu, mungkin ada pertimbangannya,” pungkas Efran. (DRY)