BANDUNG, — Kuasa hukum terdakwa Dadang Suganda, Anwar Djamaluddin, membantah adanya pemberian uang Rp 10 miliar kepada mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bandung Edi Siswadi dan Rp 2 miliar kepada mantan Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Herry Nurhayat.
“Itu murni utang piutang,” ujarnya, usai sidang pemeriksaan terdakwa kasus RTH Kota Bandung di PN Tipikor Jalan LL RE Martadinata (29/4/2021).
Dia berujar, saat Edi Siswadi dan Herry Nurhayat diperiksa sebagai saksi, clear diakui uang tersebut merupakan pinjaman mereka kepada Dadang Suganda. “Saat itu Edi Sis menyatakan iya itu utang yang akan dia bayar,” ucap Anwar.
Menurutnya, sesuai fakta persidangan tersebut, pihaknya selaku kuasa hukum melakukan langkah somasi terhadap Edi Siswadi dan Herry Nurhayat.
“Setelah itu Edi Sis dan Herry Nurhayat mengajak Pak Dadang untuk bertemu, ngajak berembuk, didampingi kami selaku kuasa hukum,” ujar Anwar.
Singkatnya, kata Anwar, dicapai kesepakatan bahwa Edi Sis dan Herry Nurhayat akan membayar utang mereka dengan memberikan jaminan. “Klo sebatas di atas kertas yah percuma, ini kan bukan uang kecil, harus ada jaminan,” ucapnya.
Dibeberkan, Edi Siswadi telah menyerahkan dua Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama istrinya kepada Dadang Suganda, sedangkan Herry Nurhayat memberikan jaminan kepemilikan SHM atas nama dirinya.
“Ada surat perjanjian di atas materai tertanggal 25 Januari 2021 yang ditandatangani kedua belah pihak. Bukti surat perjanjian utang piutang ini akan kita serahkan pada sidang Kamis pekan depan,” ujarnya.
Dia pun bersikukuh bahwa kliennya tidak melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara sebagaimana dakwaan jaksa penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Klien saya adalah pemilik tanah yang diundang pemerintah kota terkait progam RTH, bukan calo atau makelar. Semua tahapan pelepasan tanah sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku, ada musyawarah harga,” ungkap Anwar.
“Ada satu fakta yang terungkap juga dari keterangan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKA) Kota Bandung bahwa tanah-tanah yang sudah dibeli oleh Pemkot Bandung dari klien kami sudah terjadi balik nama. Ada yang sudah balik nama, ada yang sementara diproses, dan ada yang dalam tahap pengajuan sertifikasi,” tambah Anwar.
Hal senada juga diungkapkan kuasa hukum Efran Helmi Juni. Kata dia, mayoritas pertanyaan jaksa KPK terhadap kliennya adalah tentang transaksi jual beli tanah.
“Secara umum itu dapat kita patahkan. Itu clear soal jual beli. Kalau dikemudian hari ada kesalahan, kita tentu tidak bisa serta merta menyalahkan orang lain (Dadang Suganda). Misalnya soal adanya perubahan anggaran, itu kan gak ada hubungannya dengan klien saya selaku pihak swasta,” ucapnya kepada wartawan, saat rehat sidang.
Selain itu, terkait penetapan lokasi (Penlok) yang dipersoalkan jaksa penuntut bukanlah domain kliennya selaku swasta.
Menurut Efran, awal keikutsertaan Dadang Suganda pada proyek RTH itu adalah diundang secara resmi oleh Pemerintah Kota Bandung.
“Dia diundang, ada undangan resmi dari pemerintah kota yang saat itu akan melakukan sosialisasi tentang progam ruang terbuka hijau. Nah, Pak Dadang itu hadir karena undangan tersebut,” terang Efran.
Dijelaskan, dalam undangan resmi tersebut ada keterlibatan aparat kewilayahan seperti lurah dan camat.
“Ada juga BPN, ada seluruh pemilik tanah yang hadir. Itulah awal adanya hubungan antara klien saya selaku pemilik tanah dengan program pemerintah,” ucap Efran. Dud