SUMEDANG,– Siswa sekolah dasar (SD) dan Sekolam Menengah Pertama (SMP) se Kabupaten Sumedang memulai pembelajaran tatap muka terbatas (PTMT) hari ini, Senin (10/1/2022).
Kendati demikian, pembelajaran di tiap kelas dikurangi 50 persen dari jumlah kapasitas keseluruhan, mengingat saat ini masih dalam pandemi COVID-19.
Kepada wartawan, Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kabupaten Sumedang Dr. H. Agus Wahidin melalui Kabid Sapras Eka Ganjar mengatakan seluruh jenjang pendidikan baik TK, SD, SMP, dan SMA sudah mulai masuk pembelajaran secara tatap muka. Meski demikian, teknisnya tetap menerapkan protokol kesehatan dengan kapasitas 50 persen dari jumlah keseluruhan.
“Jadi, misal untuk kelas 1 SMP, Jumlah per kelas ada 30 orang, dibagi dua kelas, kelas A dan B. Kelas A berjumlah 15 orang digelar Minggu ini. Nanti kelas B berjumlah 15 orang digelar minggu depan. Nah, yang kelas A giliran belajar Daring. Demikian sampai seterusnya, sampai kegiliran tatap muka,” ujarnya.
Sementara itu, untuk jenjang SMA kewenangannya ada di Dinas Pendidikan Provinsi Jabar. Hanya saja, melihat di lapangan, banyak juga siswa SMA/SMK yang mulai sekolah tatap muka.
Eka berharap, para peserta didik melaksanakan protokol kesehatan yang ketat baik di sekolah maupun diluar lingkungan sekolah. Termasuk, bagi yang belum divaksin khusus usia 6 sampai 11 tahun, agar segera divaksin karena sudah ada vaksin untuk anak.
Sementara itu, Dinda Febrianti salah seorang siswa SMP di Jatinangor mengatakan sangat senang bisa masuk sekolah dan bertatap muka secara langsung setelah hampir 2 tahun belajar di rumah. Dirinya mengaku kangen dengan teman sebayanya termasuk guru gurunya.
“Ada pengalaman yang tidak ditemukan ketika belajar tatap muka. Semisal di perjalanan, jajan di kantin, dan bercanda saat guru tak masuk kelas. Pokoknya berkesan sekali belajar tatap muka. Beda dengan belajar di rumah, boring, bete, dan kesel lama lama,” ujarnya.
Dinda berharap, belajar tatap muka bisa terus dilaksanakan dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Namun, belajar full day juga tidak diharapkan karena menguras tenaga peserta didik.
“Kalau bisa belajar normal, tapi jam 12 pulang. Kan kalau full day belajar sampai jam 3.30, cape juga, lama lama akan jenuh dan kecapaian,” ujarnya. (Abas)