BANDUNG,- Baru dilantik menjadi anggota DPRD Kota Bandung Periode 2024-2029, Andri Gunawan dari Fraksi PDIP menyoroti kebijakan anggaran di Kota Bandung yang dinilainya banyak anggaran hingga ratusan miliar dihabiskan hanya untuk biaya perjalanan dinas atau studi banding dan seremonial semata. Hal itu, sambungnya, berbanding terbalik dengan anggaran untuk pelayanan pada masyarakat.
“Kita itu harus mikirin sekarang bagaimana over head cost kita itu rendah tetapi service cost kita bisa naik. Jadi hal-hal yang bersifat seremonial sudahi-lah,” ujarnya saat menjadi narasumber di Basa Basi Podcast PWI Kota Bandung, Senin (26/8/2024).
Untuk itu, kata Andri, pertama-tama dibutuhkan intervensi dari pengelola kebijakan dalam meningkatkan mutu pendidikan sejak usia dini.
Menurutnya, untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas SDM menuju Indonesia Emas 2045, Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung harus memulai dari tingkat PAUD.
“Saya mau PAUD kita semua memiliki standar pengajaran dan standar pelayanan yang sama, pemerintah harus intervensi. APBD kita itu Rp7,4 triliun, tapi masa harus terus-terusan habis untuk urusan studi banding,” ungkapnya.
“Terus masa terus-terusan dipake untuk peresmian kantor anu-lah, dengan seragam yang sama, Snack dan juga panggung segala macem. Nah kita mau ngapain,” sentil Andri.
Dikatakan Andri, untuk mempersiapkan SDM Kota Bandung menuju Indonesia Emas 2045 dibutuhkan road map yang jelas. Dirinya memandang hal itu sudah ada, namun sayang tidak didukung dengan anggaran yang serius.
Salah satu program yang dinilai baik, yakni Cempor, program yang dimiliki oleh Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kota Bandung.
“Saya sudah melihat upaya ini ada. Di Dispora ada program yang namanya Cempor. Kalau yang jelek kita maki kalau yang bagus ya kita puji,” ujarnya.
“Cempor ini, anak-anak dikumpulin dikasih soft skill. Dikasih kemampuan fotografi, video segala macem. Hanya saja anggarannya dalam satu tahun cuma Rp1 miliar, sementara perjalanan dinas kita anggarkan dalam setahun lebih dari Rp100 miliar, untuk belanja Mamin (makan minum) overhead cost itu Rp100 miliar lebih,” ungkapnya heran.
“Sementara program bagus hanya dikasih satu miliar setahun. Kalau saya buka data APBD barangkali mengerikan lah, saya takut ada demo lagi berjilid-jilid,” tuturnya.
Karenanya, Andri yang hingga kini masih menjabat Ketua Karang Taruna Kota Bandung ini menegaskan bahwa kondisi seperti itu masih terjadi.
“Maksudnya, itulah pesan yang mau kita sampaikan,” tegasnya.
Dirinya blak-blakan mengaku, ke depan bila menjadi anggota dewan secara ekonomi bukannya tumbuh ke atas tapi justru harus ke bawah. Singkatnya, harus ada manfaat yang lebih besar manakala bisa mengawal ruang-ruang kebijakan yang bisa dirasakan orang banyak.
“Jujur aja, secara materi jadi anggota dewan itu gajinya kecil, barangkali hanya seperempat dari apa yang saya dapat sebagai pengusaha. Tapi dari ruang pengabdian, dari ruang apa yang bisa kita lakukan buat orang banyak ini yang menarik,” tutur Andri. **