BANDUNG,- Anggota DPRD Jawa Barat, Ihsanudin memandang UU Cipta Kerja yang baru diputuskan pada Senin (5/10) lalu, sangat tidak seimbang, karena hanya menguntungkan pemilik modal.
“Hanya kapitalis, konglomerat, dan investor yang diuntungkan. Sebaliknya merugikan dan menindas kepentingan dan nasib buruh,” tegas Ihsanudin saat ditemui di Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat, Kamis (8/10/2020).
Ia mengungkapkan, secara institusional DPRD Prov. Jabar harus memiliki sikap tegas dalam menilai UU Cipta Kerja yang kontroversi itu. Sikap itulah yang akan menemukan jalan keluar.
“Mari kita cari jalan keluar yang elegan dan seimbang. Kepentingan buruh dan rakyat kecil harus kita jamin. Terutama yang menyangkut kesejahteraan, keamanan, kesehatan dan pendidikan,” kata Anggota Fraksi Partai Gerindra ini.
Kang Ihsan (panggilan akrab Ihsanudin) menilai bahwa UU Cipta Kerja menganggap lembaga pendidikan layaknya perusahaan. Hal tersebut, tegasnya, tidak bisa dibenarkan.
“Kami akan sampaikan aspirasi penolakan UU Cipta Kerja ini. Kita lakukan judicial review. Harus meminta ditinjau ulang tapi dengan cara elegan bukan dengan anarkis. Kami semua (Anggota DPRD Prov. Jabar) harus bersuara demi kemajuan dan kesejahteraan buruh. Pemerintah dan pengusaha tidak boleh mengorbankan rakyat kecil demi kepentingan perut sendiri,” ujarnya.
Lebih jauh, Kang Ihsan mengungkapkan bahwa UUD 1945 Pasal 33 masih sangat jauh dari implementasi. Menurutnya, konstitusi negara itu hanya sebatas tulisan di atas kertas putih yang dicetak berulang-ulang dengan jumlah jutaan lembar.
“Tapi tidak pernah diimplementasikan bahwa kekayaan Indonesia ini untuk seluruh rakyat Indonesia. Apakah itu sudah diimplementasikan? Sama sekali tidak. Bahkan yang kaya semakin kaya dan yang miskin kian miskin,” tuturnya menyesalkan.
Terlebih, lanjutnya, di era keterbukaan seperti sekarang ini yang sangat bebas dan liberal, ditambah dengan sistem kapitalisme membuat nasib rakyat kecil semakin tertindas. Kang Ihsan menilai pemerintah pusat dan anggota DPR RI hanya memanfaatkan rakyat untuk kepentingan suara.
“Kalau sedang Pilkada, Pileg, dan Pilpres suara rakyat dibutuhkan. Tapi kalau sudah selesai, rakyat ditinggal. UUD 1945 Pasal 33 itu hanya tulisan di atas kertas tapi tidak pernah diimplementasikan,” tegasnya lagi.
“Saya berharap DPRD se-Indonesia nanti bersikap. Untuk menyikapi UU yang baru saja diketok ini. Dengan sikap kritis dan elegan. Tidak boleh anarkis!,” ujar anggota dewan dapil Karawang dan Purwakarta ini. (el)