CIREBON,- Pada Minggu 24 April 2016, dan Senin 02 Mei 2016, lalu di kediaman Wiya di Desa Purbawinangun, Kecamatan Plumbon, Kab. Cirebon telah terjadi tindak pidana penipuan dan atau penggelapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 378 jo 372 KUHPidana yang dilakukan oleh tersangka AL terhadap Wiya.
“Kejadian berawal ketika tersangka AL menjalin hubungan asmara dengan seorang wanita bernama AF (45 tahun), warga Desa Pamijahan, Kecamatan Plumbon, Kabupaten Cirebon. Dalam hubungan asmara tersebut, AL meminta pinjaman uang AF, tetapi AF tidak mempunyai uang tunai, dan hanya mempunyai sebidang tanah di Desa Keduanan, Kecamatan Depok, Kab. Cirebon,” urai Kapolres Cirebon, AKBP Suhermanto saat menjelaskan kasus dugaan penipuan tersebut, Jumat 19 Juli 2019.
Ditambahkannya, pada bulan Pebruari 2016, AF menyerahkan satu Akta Jual Beli (AJB) No. 639 / Keduanan/2014 untuk dijualkan. Setelah beberapa lama, tanah tersebut laku terjual, tetapi AF selaku pemilik tanah tidak tahu kepada siapa tanah tersebut dijual dan laku berapa.
Uang hasil penjualan pun tidak pernah AF terima sehingga ia merasa dirugikan dan melapor ke Polres Cirebon.
“Dalam perjalanan penanganan perkara yang diadukan oleh AF tersebut, tersangka AL menyerahkan kembali AJB No. 639/Keduanan/2014 kepada AF dan perkara pun diselesaikan secara musyawarah kekeluargaan,” tuturnya.
Pada tanggal 14 Januari 2018, H. Wiya selaku pembeli tanah dari tersangka AL melaporkan perkaranya ke Polres Cirebon atas kerugian yang dialaminya karena telah membeli tanah, tetapi tidak menguasai tanah dan surat-surat bukti kepemilikan.
“Kejadian berawal pada Minggu 24 April 2016 dan hari Senin tanggal 02 Mei 2016 di rumah Wiya, di mana telah terjadi transaksi jual beli tanah yang di Desa Keduanan, Kec. Depok, Kab. Cirebon dengan bukti kepemilikan berupa AJB No. 639/Keduanan/2014 atas nama Sutisna. Dalam transaksi jual beli tanah tersebut, tersangka AL mengaku bahwa tanah yang ditawarkannya adalah tanah milik sendiri yang didapat dengan cara membeli dari teman bisnisnya, yaitu Sutisna yang sedang butuh uang untuk modal usahanya.”
“Kemudian tersangka AL juga mengaku menjual tanah untuk keperluan anaknya yang sedang sekolah. Atas dasar penjelasan tersebutH. Wiya yakin dan percaya sehingga mau membeli tanah yang ditawarkan. Dan terjadilah transaksi jual beli tanah tersebut,” ungkap Suhermanto.
Dalam transaksi jual beli tersebut, tuturnya, tersangka AL mengatakan Wiya bahwa apabila mau meningkatkan AJB menjadi sertifikat agar mengurus melalui tersangka AL dengan janji prosesnya akan lebih cepat karena mempunyai orang dalam.
“Untuk meyakinkan ucapannya tersebut, tersangka AL mengajak temannya yang bernama Deni yang ditunjukkan kepada Wiya dan dikatakan bahwa Deni tersebut merupakan pegawai BPN, padahal bukan. Dengan rangkaian kata-kata bohong tersebut, H. Wiya yakin dan percaya mengurus pembuatan sertifikat kepada tersangka AL dan menyerahkan uang yang dimintanya untuk mengurus sertifikat dengan total sebesar Rp11 juta. H. Wiya pun mnyerahkan AJB sebagai persyaratannya,” kata Suhermanto.
Setelah AJB diterima AL dengan tujuan untuk diproses pembuatan sertifikat, AJB tersebut tidak diproses melainkan diserahkan kepada AF tanpa seizin dari H. Wiya.
“AJB tersebut diserahkan AL kepada AF karena dirinya sedang diadukan di Polres Cirebon. Maka dengan diserahkannya kembali AJB tanah kepada AF tersebut, maka pengaduan pun diselesaikan secara musyawarah kekeluargaan, karena AF sudah tidak menderita kerugian. Sedangkan terhadap tersangka AL, akhirnya diadukan oleh Wiya atas kerugiannya yang telah membeli tanah tetapi tidak mendapatkan tanah yang dibelinya,” pungkasnya.
Atas laporan dari Wiya tersebut, akhirnya Polres Cirebon berhasil menangkap AL belum lama ini, dan akan diproses sesuai hukum yang berlaku. (One-to)