BANDUNG, — Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (BPPD) Kota Bandung mengaku terpaksa beberapa kali merevisi target raihan pajak tahun 2020 ini. Hal itu berkaitan dengan adanya pandemi Covid-19 yang menyebabkan sejumlah usaha ditutup sementara.
BPPD Kota Bandung bahkan telah tiga kali mengajukan revisi target pajak tahun 2020.
Menurut Kepala BPPD Kota Bandung, Arif Prasatya, target awal raihan pajak Kota Bandung yaitu sebesar Rp2.709.552.659.693. Hal itu seperti yang tertera pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bandung.
Namun memasuki masa pandemi, berdasarkan sejumlah analisa, BPPD Kota Bandung
mengajukan perubahan menjadi Rp1.417.341.200.906. Hingga akhirnya dalam rapat Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TPAD) ditetapkan sebesar Rp2.259. 552.659.603.
Saat ini, kata Arif, melihat perkembangan ekonomi yang belum begitu pulih sehingga BPPD Kota Bandung mengajukan penyesuaikan kembali menjadi Rp1.573.588.502.276.
Setelah rapat kembali, terang Arif, akhirnya BPPD Kota Bandung dibebankan target pendapatan pajak sebesar Rp1.869.867.919.129.
“Tapi belum ditetapkan. Sehingga yang disampaikan (target) masih di Rp2.2 triliun. sehingga kami juga tetap terus lakukan penyesuaian pendapatan pajak karena perkembangan ekonomi di kota bandung ini belum pulih betul,” katanya pada kegiatan Bandung Menjawab di Balai Kota Bandung, Selasa (11/08/2020).
Arif mengungkapkan, pada Agustus ini pihaknya menargetkan meraih pajak hiburan sebesar Rp1 miliar. Namun kenyataannya, tempat hiburan masih belum beroperasi.
Menurutnya, sebelum pandemi tepatnya pada Januari dan Februari, raihan pajak hiburan masih sesuai target. Namun memasuki Maret, tidak ada masukan pajak dari mata pajak hiburan.
“Baru di Agustus itu menggunakan target Rp1 miliar. Tapi ternyata keadaan di lapangan belum dibuka,” kata Arif.
Ia mengungkapkan, ada sejumlah wajib pajak yang menyetorkan kewajibannya. Namun hal itu merupakan kewajiban pajak hiburan yang tertunggak. Atas hal tersebut ia memberikan apresiasi kepada wajib pajak yang koorporatif.
“Memang pada kami ada yang memasukan (bayar) Rp18 juta atau Rp16 juta. Ternyata kami selidiki itu tunggkan di Januari dan Februari. Itu tunggakan dari beberapa wajib pajak. Mereka yang memiliki tunggakan yang kekurangan bayar. Alhamdulilah mereka punya semangat dan kesadaran bayar pajak,” tuturnya.
Meskipun tidak memugkikan mencapai target, Arif terus berupaya untuk mencapai target yang dimungkinkan pada bulan berikutnya. Ada sekitar 300 wajib pajak hiburan diharapkan bisa berkontribusi.
“Kemungkinan tidak tercapai, Rp1 miliar itu di Agustus saja. Nanti Agustus ke september berubah lagi. Wajib pajak hiburan itu macam-macam, karaoke, spa panti pajat, bioskop dan lain lain. Itu ada sekitar 300 wajib pajak di Kota Bandung. Tetapi sampai saat ini belum ada yang buka,” ungkap Arif.
Arief menjelaskan, sebagai pengelola pengelola pendapatan daerah pihaknya tidak bisa mengintervensi para wajib pajak hiburan. Karena tempat hiburan perlu izin yang sesuai dengan aturan saat ini.
“Kegiatan usaha hiburan itu ada di Gugus Tugas dan pengelolanya Disbudpar. Kami hanya yang menarik pajaknya,” katanya.
Namun BPPD hanya bisa memberikan keringanan yakni ‘self assesment’ setiap tanggal 30 yang biasanya menyetorkan pada tanggal 15.
“Kita berikan kemudahan, untuk self assesment tanggal 15 mudur sampai tanggal 30. Biasa tanggal 15 melapor, sehingga tidak terkena denda. Kenapa kita berikan itu? pajak itu titipan, kita tidak ngambil dari keuntungan, karena masyarakat yang jajan atau belanja itu sudah menyisihkan pajak,” ujarnya. **