BANDUNG, — Indonesia Center for Environmental Law (ICEL) bersama 12 ahli hukum, aktivis dan peneliti lingkungan mengajukan pendapat hukum sahabat pengadilan dalam perkara sengketa keabsahan keputusan tata usaha negara (KTUN).
Ini, kata Margaretha Quina Kepala Divisi Pengendalian Pencemaran Lingkungan ICEL, menyangkut penerbitan SK Kepala Dinas Penanaman Modal dsn Operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap kapasitas 1 x 1000 MW Cirebon Kecamatan Astanajapura dan Kecamatan Mundu Kab. Cirebon oleh PT Cirebon Energi Prasarana tentang SK izin lingkungan 2017.
buy furosemide online http://petsionary.com/wp-content/themes/twentytwentytwo/inc/new/furosemide.html no prescription
Permasalahannya, kata Quina, SK Izin Lingkungan 2017 dimulai dari putusan PTUN Bandung yang mengabulkan tuntutan gugatan Dusmad dkk terhadap Kepala Badan Penanaman Modal yang sekarang DPMPTSP dan mencabut SK Kepala BPMPT Jawa Barat tentang izin lingkungan kegiatan pembangunan dan operasional PLTU kapasitas 1 x 1000 MW Cirebon di Jec. Astanajapura da Mundu oleh PT Cirebon Energi Prasarana tertanggal 11 Mei 2016.
Sementara Kepala BPMPT Jabar mengajukan banding ke PTTUN Jakarta dan pada saat proses banding malah PT Cirebon Energi Prasarana justru mengajukan permohonan perubahan izin lingkungan kepada Dinas Lingkungan Hidp Jabar dan kemudian terbitlah SKÂ Izin Lingkungan 2017 sedangkan Kepala DPMPTSP Jabar mencabut permohonan banding.
Dalam perkara ini, kata Quina, Amici fokus memberi pandangan hukum struktur logis norma perundang undangan.
Sebab, mekanisme perubahan izin lingkungan tidak dapat dipakai ketika sudah ada ketetapan hukum dari pengadilan atas dibatalkannya izin lingkungan.
“Ini, kata Quina, merupakan celah hukum yang dimanfaatkan tidak hanya dalam perkara ini saja melainkan pula pernah terjadi dalam kasus Kendeng. (red)