SURABAYA,– Koordinator Jaringan Masyarakat Mandiri Indonesia (Jammin), Chi Phui Pranawangsa menampik opini preservasi jalan yang sedang dikerjakan pada tahun ini untuk menjaga kemantapan jalan nasional di Pulau Madura.
“Jalan nasional yang berada di sepanjang pesisir selatan dan utara Madura masih sering jadi cibiran,” ujar Chi Phui usai gelaran diskusi bertajuk ‘Tantangan Jejaring Masyarakat 5.0 Awasi Pembangunan Infrstruktur’ pada Senin, (31/10/2022).
Diperkirakan Chi Phui, respon negatif itu muncul lantaran kucuran anggaran jumbo antara lain untuk kegiatan pemeliharaan, rekonstruksi dan pelebaran infrastruktur konektivitas tersebut dikerjakan di bawah mutu yang ditentukan. Tak pelak, hal ini mengantarkan manajer ruas jalan gagal menjadi penjaga kondisi kemantapan jalan.
Pada saat yang sama pekerjaan konstruksi tersebut tidak memberikan pengaruh besar untuk meningkatkan umur rencana dan kapasitas jalan. Indikator dari kondisi ini menunjukkan penanganan jalan kontraproduktif dengan keselamatan jalan.
“Perkerasan jalan yang mutunya rendah berimbas pada keselamatan jalan karena kerusakan struktur perkerasan adalah dasar jalan yang berkeselamatan,” ujarnya.
Walaupun begitu, para pengguna jalan kerap merasa tidak puas terhadap penanganan ancaman keselamatan jalan. Pasalnya, inspeksi yang dilakukan terkadang melupakan prinsip-prinsip inspeksi keselamatan jalan.
Chi Phui juga menyindir keselamatan jalan yang disampaikan secara terburu-buru, tanpa pemeriksaan sistematis. Penyelenggara jalan langsung menyebut pelanggaran ODOL di balik peristiwa kerusakan jalan sehingga timbul masalah berulang keselamatan jalan.
Pengemudi truk kapasitas angkut 8 ton asal Sumolawang, Mojokerto, Warsono membantah tuduhan ODOL menjadi biang kerusakan jalan dan masalah keselamatan jalan.
“Informasi yang saya dengar penyebab masalah keselamatan jalan dominan disebabkan oleh faktor jalan, seperti kondisi struktur perkerasan jalan,” ujar Warso.
Menurut Warso, pekerjaan struktur maupun konstruksi jalan harus benar-benar sesuai ketentuan spesifikasi dan memenuhi mutu. Pengerjaan yang tidak sesuai itulah penyebab sebenarnya penurunan keselamatan jalan.
“Kualitas pekerjaan proyek jalan yang mutunya rendah juga mengakibatkan kapasitas jalan menurun. Apalagi sekarang truk-truk kapasitas 30 ton seperti truk tangki semen curah sering melintas di jalan nasional di Madura,” terangnya.
Kapasitas jalan yang tidak mengikuti perkembangan volume dan ukuran kendaraan yang melintas akan cepat memacu kondisi jalan mantap terjungkal. Terlebih proyek penanganan jalan digerogoti perilaku untung culas.
“Sudah pelaksanaan proyeknya dikorupsi, tapi kambing hitam kerusakan jalan tetap saja menuduh ODOL biang keroknya,” tutupnya yang biasa mengirim baja ringan ke daerah-daerah di pulau Madura.
Mengutip dari laman resmi Kementerian PUPR, Direktur Preservasi Jalan dan Jembatan Wilayah I Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR Akhmad Cahyadi menyebut panjang jalan nasional di pulau Madura 324,46 kilometer.
Jalan dan jembatan tersebut meliputi lintas utara Bangkalan – Tanjungbumi – Sotabar – Sumenep sepanjang 147,1 kilometer. Kemudian selatan Kamal – Bangkalan – Sampang – Pamekasan – Sumenep sepanjang 177,36 kilometer.
Selanjutnya Cahyadi menjelaskan, jalan dengan kondisi mantap di pulau Madura mencapai 89,92 persen atau sepanjang 291,75 kilometer. Sedangkan panjang jalan yang belum mantap sepanjang 32,71 kilometer.
“Untuk 105 jembatan nasional di Madura, sepanjang 1.848 meter, 99 persen dalam kondisi mantap,” pungkas Cahyadi.
Berdasarkan data BPS Jatim 2021, kondisi kemantapan jalan nasional berfluktuasi dari tahun ke tahun. Kondisi ini terdiri dari 2 macam, yaitu kondisi baik dan kondisi sedang. Lembaga ini menekankan agar jalan tersebut mendapat perhatian supaya yang kondisi mantap meningkat.
Di samping itu, rekomendasi penelitian ICW mengungkap, korupsi proyek jalan merupakan sebab utama kondisi kemantapan jalan serta keselamatan jalan memburuk.
Temuan ICW membeberkan korupsi yang berkaitan dengan pengadaan barang jasa sebanyak 30 persen dari total korupsi yang terjadi di Indonesia.
Oleh sebab itu, penelitian ICW mengungkap, proyek infrastruktur seperti preservasi dan rekonstruksi jalan merupakan bagian dari pengadaan barang jasa pemerintah yang tergolong proyek rawan korupsi.
Hal serupa juga disebutkan dalam laporan penelitian Teknik Sipil UGM terhadap kondisi jalan di 28 provinsi Indonesia.
Penelitian tersebut menyimpulkan, penyebab kerusakan jalan adalah konstruksi yang tidak memenuhi standar mutu dan kualitas kepadatan tanah, beton dan kualitas aspal mencapai 44 persen. Lalu disebabkan sistem pengendalian air sebesar 44 persen, dan 12 persen kerusakan karena Over Dimension Over Load (ODOL) atau kelebihan dimensi dan muatan kendaraan.
Sementara itu, aktivis pemuda dan mahasiswa asal Madura yang tergabung dalam Lingkar Forum Pemuda (Link FP) mendesak stakeholder pelaksanaan kegiatan untuk bekerja profesional dan tidak berorientasi proyek semata.
Di samping itu, mereka minta agar fungsi pengawasan dapat melibatkan peran masyarakat sehingga menutp celah perilaku menangguk untung proyek dengan cara-cara culas.
“Kami pernah pergoki truk proyek mengangkut tanah galian bahu jalan ke dalam kampung di Desa Buddagan. Kami kira akan dibuang ke disposal area, ternyata diturunkankan di halaman sebuah rumah dan itu dijual seharga Rp 150 ribu per truk,” kata Mukhlis Arifin, pemuda dari Pademawu yang sedang kuliah di sebuah PTS di Jember, melalui pesan elektronik pada Rabu, 2 November 2022.
Selanjutnya anggota Divisi Pengembangan dan Propaganda Organisasi, Lingkar Forum Pemuda itu menyebut, ulah menyimpang itu terjadi imbas dari kewenangan inspeksi yang tidak berfungsi.
Pihaknya juga melihat pelaksanaan kegiatan itu tidak menerapkan sistem manajemen keselamatan konstruksi (SMKK). Dalam kontrak pekerjaan, komponen-komponen dari item SMKK dihitung berdasarkan volume pekerjaan dan nilai pekerjaan.
Terkait SMKK tersebut, Arif bilang sudah diatur dalam Permen PUPR No. 1/PRT/M/2022 dan SE Dirjen Bina Marga No. 12/SE/Db/2022.
“Inspeksi terhadap perlengkapan dan peralatan keselamatan konstruksi saja terlihat tidak bekerja. Bagaimana publik akan percaya kalau pekerjaan preservasi rekonstruksi jalan tersebut telah sesuai dengan spesifikasi teknis dan standar mutu yang ditetapkan. Jangan-jangan yang terjadi malah anggarannya bocor,” pungkasnya. Shohib