JAKARTA,– Alumni Kongres Relawan Jokowi (AKRJS) 2013 dan Forum Wartawan Pancasila (FWP) menyelenggarakan diskusi dengan tema ngopi kebangsaan, “Siapa Wamen Nadiem Markarim?”, di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta Pusat, Senin 11 November 2019.
Diskusi menghadirkan narasumber utama Pengamat Pendidikan Indra Charismiadji. Ia membahas hal-hal yang faktual di sektor Pendidikan Nasional dengan detil dan terukur, sehingga pers pun kehabisan ‘bahan’ untuk bertanya.
Pemilihan Nadiem Makarim di Kementerian Pendidikan dan kebudayaan (Kemendikbud RI) sudah tepat. Kalau pun mengakibatkan riak, namun Presiden Jokowi telah tepat memilih beliau. Tentunya dalam mengurai permasalahan dan mencari solusi bagi kerja Kemendikbud di tahun 2019-2024.
Menteri Nadiem harus dibackup oleh pembantunya (Wamen, red) dan jajarannya yang mampu mengimplementasikan visi misi presiden Jokowi, ingat ya bukan visi misi menteri.
Pembantu Nadiem harus mampu mensinergikan dan konsolidasi lintas kementerian, dan stakeholder terkait dengan Kemendikbud lainnya.
Pekerjaan rumah Nadiem demikian banyak, harus cermat mengurainya, membutuhkan sosok figur pendamping dalam menjalani jabatan barunya tersebut.
“Sedikit banyak saya tahu bagaimana beliau (Nadiem, red) sukses dengan GoJeknya. Mungkin itu ya salah satu pertimbangan presiden memilihnya. Usia muda, mature, profesional, sukses dan visioner,” ucap Indra.
Putra pasundan, kelahiran tahun 1976 ini pun cukup dibuat repot saat audience dari AKRJ 2013 & FWP terus mencecar tentang kesanggupannga sebagai Wakil Menteri Nadiem Markarim.
“Aduh jangan begitulah, ini kan diskusi saja, bukan deklarasi. Tolonglah jangan begini,” potong mantan employer perusahaan kelas dunia, Merril Lynch, Omnicare dan Dana Corporation ini sambil tersenyum.
Saat ini, tuturnya, ada skala prioritas, yaitu pertama sinergitas dan kolaborasi aktif dan kongkrit karena urusan pendidikan itu tidak bisa dilakukan sendiri, tapi harus gotong royong lintas kementerian, lintas lembaga, lintas pemerintah daerah, pihak swasta, legislatif dan masyarakat. “Apalagi saat ini adalah eranya kolaborasi,” kata dia.
Kedua, tuturnya, pendidikan di era industri 4.0 harus menjawab tantangan era 4.0 dimana kompetensi dasar seperti penalaran tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills), Keterampilan Abad 21 (kritis dalam berpikir, kolaborasi, komunikasi, kreatif), berpikir komputasional (computational thinking), dan literasi (dasar & digital) menjadi target minimal yang wajib dimiliki.
“Selain itus Strategi yang efektif dan efisien dalam mengelola sumber daya pendidikan Indonesia. Pemberdayaan sekolah negeri dan ASN harus difokuskan ke keterbukaan akses pendidikan sebagai pemenuhan amanat pasal 31 ayat 1 dan 2 UUD 1945. Sedangkan pemberdayaan sekolah swasta difokuskan untuk mutu pendidikan yang tinggi sehingga mampu bersaing dgn negara-negara manapun.”
“Untuk itu regulasi dan tata kelola kedua jenis sekolah tersebut harus dipisahkan. Dalam ini perlu dikaji pembentukan model sekolah charter seperti yang berkembang di luar negeri, dimana penyelenggaranya adalah pihak swasta, tetapi anggarannya full dari pemerintah,” ungkapnya lagi.
Dari diskusi panjang ini, dengan terpaksa karena todongan audience, Indra yang kini tengah menjabat sebagai Direktur Eksekutif Cerdas (Center Of Education Regulations And Development Analysis) ini menyampaikan konsep atau strategi 108 hari kerja Wamen Nadiem, yaitu: 3 hari Rapat Koordinasi Internal Kemdikbud, 3 hari rapat koordinasi lintas kementerian dan lembaga yang berhubungan dengan program pendidikan seperti: Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, Kemenpan RB, Menko PMK, Kemenaker, Kemenkominfo, Kemendes PDT, Kemenkes, Kemenpora, KPAI, LIPI, dan sebagainya untuk menyelaraskan program kerja pembangunan SDM bersama.
“Ketiga, 2 hari rapat koordinasi dengan gubernur, bupati, dan walikota di tiap provinsi mengundang PTN dan PTS besar terutama yang memiliki LPTK. Total ada 34 provinsi dengan perhitungan 1 hari perjalanan, maka total hari kerja 102 hari (2 hari rapat + 1 hari perjalanan),” katanya. (PpRief/Rahma)