JAKARTA,– Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia mendorong agar hutan adat di Aceh segera dapat ditetapkan.
Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Lingkungan Dr. Ir. Bambang Supriyanto, M.Sc. saat menjadi pembicara kunci kedua pada Simposium Nasional yang bertajuk “Dilema Masyarakat Hukum Adat di Indonesia” yang diselenggarakan Pusat Riset Hukum, Islam, dan Adat (PR-HIA) Universitas Syiah Kuala di Aula Moot Court Fakultas Hukum, USK, Banda Aceh pada 25-26 Agustus 2022.
“Penetapan hutan adat ini prioritas pemerintah, namun sedikit terkendala karena masih ada beberapa persoalan regulasi daerah yang membingungkan kami, terutama terkait dengan kewenangan wilayah gampong dan mukim di Aceh,” kata Bambang, Kamis (25/8/2022).
Dirjen PSKL mendorong Universitas Syiah Kuala melalui PR-HIA mengambil peran membantu melakukan telaahan akademik supaya persoalan tersebut cepat ada solusinya.
“Kalau bapak bisa bantu kita, bantu telaahannya dan memberikan solusinya terhadap persolan-persoalan ini sehingga proses-proses itu bisa kita tindak lanjuti,” ungkap Bambang.
Sementara Tenaga Ahli Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Hukum dan Masyarakat Adat, M. Adli Abdullah hadir juga sebagai pembicara dalam simposium ini. Ia mengatakan, permasalahan pengakuan masyarakat adat dan hak ulayatnya di negara Republik Indonesia sudah tercantum dalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945, namun yang belum selesai adalah urusan penatausahaan masyarakat hukum adat.
“Hal ini seperti bagaimana masyarakat hukum adat mempunyai kewenangan yang bersifat publik di wilayah hak ulayatnya, seperti mengatur, mengelola, dan mengawasi objek wilayah adatnya yang terkait dengan penggunaan, pemanfaatan, persediaan, dan pemeliharaan wilayah adat,” pungkas M. Adli Abdullah, yang juga dosen Hukum Adat Universitas Syiah Kuala ini.
Sementara Sekretaris Pusat Riset Dr. Teuku Muttaqin Mansur, M.H dalam sesi diskusi ikut mendorong pemerintah segera menetapkan hutan adat di Aceh.
“Saya melihat ada niat baik dari para Imeum Mukim di Aceh untuk menyelamatkan hutan dari kerusakan, setidaknya niat baik ini perlu kita sambut paling kurang ada satu atau dua wilayah dulu ditetapkan sebagai model,” kata Muttaqin saat menanggapi presentasi dirjen PSKL.
Sebagai informasi, Provinsi Aceh telah ditetapkan hutan adat sebagai wilayah indikatif seluas 112.717 Ha yang diusulkan oleh Sembilan (9) kelompok masyarakat mukim dari tiga kabupaten di Aceh, terdiri dari Mukim Beungga, Mukim Kunyet,dan Mukim Kabupaten Pidie, Mukim Blang Biraih, Mukim Juli Selatan, Mukim Krueng, dan Mukim Kuta Jeumpa Kabupaten Biruen, Mukim Krueng Sabee dan Mukim Panga Pasi Kabupaten Aceh Jaya.
Kegiatan Simposium yang dikemas Call Paper turut diikuti 63 Peneliti Nasional dari berbagai perguruan tinggi Indonesia yang dipresentasikan secara hybrid. Selain itu, sejumlah tokoh adat, pengurus Majelis Adat Aceh, imeum mukim, tokoh masyarakat, LSM, dan mitra turut menghadiri kegiatan ini.
Kegiatan digelar Pusat Riset Hukum, Islam dan Adat USK ini dibuka secara resmi oleh Staf Ahli Gubernur Aceh Bidang Pemerintahan, Hukum dan Pemerintahan, keynote speaker kegiatan ini adalah Staf Ahli Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Bidang Hukum Agraria Masyarakat Adat Dr Yagus Suyadi SH MSi dan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Lingkungan Dr. Ir. Bambang Supriyanto, M.Sc. (Yadi)