JAKARTA,– Konflik agraria bisa terbilang menjadi tugas yang harus diprioritaskan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) usai dilantik sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Rabu (21/2/2024) lalu oleh Presiden Joko Widodo.
Selain masih banyak kasus pertanahan, Presiden Jokowi juga telah menitipkan program skala prioritas kepada putra Susilo Bambang Yudhoyono tersebut. Tak tanggung, Jokowi sedikitnya menyelipkan empat poin, antara lain sertifikasi elektronik, target 120 juta bidang PTSL, kepastian hukum, dan mitigasi permasalahan lingkungan.
Namun jauh sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam setiap kesempatan bertemu pers selalu menyampaikan bahwa kinerja baik di instansinya selama ini jangan sampai tercoreng oknum internal maupun eksternal, khususnya dalam penanganan sengketa dan konflik pertanahan yang didalangi mafia demi mendapatkan keuntungan dari tanah yang bukan hak mereka.
Burhanuddin menyebutkan peran masyarakat dan pers sangat diperlukan memerangi mafia tanah yang bergerak secara terorganisir, rapi, dan sistematis, sehingga mampu menyembunyikan fakta sebenarnya.
Ia mencontohkan, fakta yang acapkali disembunyikan antara lain pemalsuan dokumen, pendudukan tanah secara ilegal (tanpa hak), merekayasa barang bukti untuk mencari legalitas di pengadilan, kolusi dengan oknum aparat, pemufakatan jahat dengan para makelar, dan lain sebagainya.
Kaitan itu, Kordinator Nasional Alwanmi, Arief P. Suwendi menyoroti beberapa kasus pertanahan mencolok yang terjadi dan menyita perhatiannya.
“Ya, tentunya masih banyak konflik agraria. Dari data kami, ada sekitar 8.000 kasus pertanahan di seluruh Indonesia hingga tahun 2023 lalu. Maka kami, Aliansi Wartawan Non-Mainstream Indonesia (Alwanmi) merasa perlu mendukung kinerja Menteri ATR/BPN RI dan Kejaksaan Agung demi tercapainya harapan itu,” ujar Arief, disela acara Buka Puasa dan Bedah Kasus Alwanmi Tahun 2004, di Jakarta, Rabu (27/3).
Senada, seseorang berinisial W kepada media ini menyenutkan, salah satu konflik agraria telah dialami Gunata Prajaya Halim (52) beserta ayahnya, Wahab Halim (85) yang dinilai terjadi mal-administrasi di dalamnya.
“Gunata itu orang baik, kami meragukan jika ia melakukan penipuan atau pemalsuan. Apalagi Gunata itu juga selaku Dewan Penasehat Koranjokowi.com. Dimana disebut terjadi over-lapping sekitar 1400-an meter sehingga merugikan orang lain. Karena itu, Gunata kini menjadi tahanan di Lapas Bulak Kapal dan sedang proses sidang. Adapun ayahnya tahanan kota,” ungkap W.
Dia menyebutkan, lokasi tanahnya berada di Kelurahan Cikiwul, Bantar Gebang, Bekasi. Jawa Barat. Semua kronologis transaksi jual beli yang dilakukan Gunata sejak awal tertib administrasi dan hukum, termasuk dokumen akta jual beli (AJB) sehingga terbitlah sertipikat hak milik (SHM) sekitar tahun 1998, juga adanya pernyataan tidak bersengketa dari kantor Desa Cikiwul, Bantar Gebang.
“Namun anehnya, pada tahun 2020, Gunata dan ayahnya dilaporkan sebagai pemalsu keterangan dan dokumen terkait, bahkan di BAP pun seperti itu,” ujar W.
Sementara Sekjen Alwanmi, Ir. Crisman A. Simanjuntak mengatakan bahwa pihak keluarga Gunata akan melakukan audiensi dengan Kapolri, Menteri AHY, Jaksa Agung bahkan Presiden Jokowi, kaitan konflik tersebut.
“Surat-suratnya telah dipersiapkan oleh Alwanmi. Semoga dalam waktu dekat segera akan terealisasi. Biar kita semua tahu dimana salahnya, dimana benarnya kasus ini. Tapi ini bukan intervensi hukum,” ujarnya.
Crisman menilai, konflik agraria terjadi karena permasalahan ketimpangan akses dan kepemilikan atas tanah, sehingga dibutuhkan sejumlah strategi matang untuk dapat menangani konflik agraria.
“Salah satu strategi atau kebijakan yang sedang dilaksanakan Kementerian ATR/BPN RI adalah One Map Policy atau Kebijakan Satu Peta. Mencegah ketimpangan kepemilikan dan penggunaan tanah,” katanya.
Ia pun mengutip, pada tahun 2015 lalu, Presiden Jokowi mengatakan, dengan adanya kebijakan satu peta, perencanaan pembangunan, penyediaan infrastruktur, penerbitan izin dan hak atas tanah, serta berbagai kebijakan nasional dapat berjalan baik. (bn/rief)