BANDUNG, – Satuan reserse kriminal (Satreskrim) Polres Majalengka, telah menetapkan Irfan Nur Alam putra Bupati Majalengka Karna Sobahi, sebagai tersangka atas kasus penembakan terhadap Panji pengusaha kontraktor, yang terjadi di jalan raya Cigasong-jatiwangi Minggu (10/11/2019) lalu.
Irfan pun setelah menjalani serangkaian pemeriksaan, akhirnya Sabtu (16/11/2019) ditahan. Secara sah dan meyakinkan, Irfan disangkakan melanggar pasal 170 juncto undang-undang darurat pasal 1 ayat 1 tahun 1951 dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara.
Informasi terbaru, kedua belah pihak menempuh jalan damai. Sang korban yang juga Pelopor, Panji Pamungkas disebut-sebut telah mencabut berkas laporannya pada Sabtu (16/11/2019).
Menanggapi hal tersebut, Pakar Hukum Pidana Sekolah Tinggi Hukum Bandung (STHB) Dr. Widiada Gunakaya, SA., SH., MH., menyebutkan jika dilihat dari kacamata hukum pidana, hukum pidana itu hukum public, hukum pidana itu hukum sanksi Kalau aturan-aturan hukum pidana itu sudah dilanggar, maka hukum pidana itu akan terus berjalan.
Berbeda halnya dengan hukum perdata, hukum perdata itu adalah hukum privat yang mengatur tentang orang perorangan seperti yang berkait dengan jual beli, perkawinan, warisan, itu bisa damai.
Jadi, menurut Dr. Widiada, walaupun ada perdamaian, namun perkaranya harus jalan terus. Karena dalam hukum pidana itu tidak mengenal istilah damai
“Dalam hukum pidana itu tidak mengenal damai. Tidak ada penghentian perkara. Itu harus sampai ke pengadilan, agar ada kepastian hukum,” terang Dr. Widiada Gunakaya saat dimintai pendapatnya, Minggu (17/11/2019).
Kemudian lanjut Widiada, penegakan hukum merupakan tugas aparat, tapi masyarakat disini juga bisa berperan dengan mengawal jalannya proses, demi tegaknya hukum.
“Masyarakat harus mengawal penegakan hukum. Tidak hanya dibebankan kepada aparat saja tetapi juga kepada masyarakat. Masyarakat bisa mengawal apalagi sekarang ada keterbukaan informasi,” jelasnya. (**)