BANDUNG, — Dahi Suna mengernyit kencang. Wajahnya tertunduk. Matanya menatap tajam, mengarah pada deretan huruf yang membentuk kata-kata. Seisi kepalanya bergejolak. Pikiran Suna mencoba mencerna gagasan pokok dalam lembar ke-23 buku yang ia pegang.
Sejak sepuluh menit sebelumnya, perempuan yang berstatus sebagai pekerja swasta di Kota Bandung ini sudah mematung di depan pintu masuk Gedung Sate. Di tengah suasana hiruk pikuk Festival Literasi 2018 yang digelar di kantor Pemerintah Provinsi Jawa Barat tersebut. Dua tiga meter di sebelah kirinya terdapat Kolecer, Kotak Literasi Cerdas sebuah kotak ajaib–semacam lemari–yang berisi beragam buku bacaan.
Perempuan bernama lengkap Riska Uswatun Hasanah ini masih penasaran dengan buku yang ia baca. Buku yang sulit bagi Suna, namun perempuan berusia 25 tahun ini tertantang melahapnya. Ia lebih suka berusaha sekeras mungkin, untuk memahaminya, ketimbang berapologi.
Lewat Kolecer, kotak ajaib berwarna biru yang merupakan bantuan CSR bank bjb, Suna mendapatkan pencerahan. Kolecer telah menjadi lentera literasi generasi penerus bangsa.
Potret Suna merupakan representasi salah satu generasi penerus bangsa yang terpapar dahaga literasi. Di ruang berbeda, masih banyak Suna-Suna lain yang punya obsesi serupa. Potret tingginya semangat melek literasi ini menjadi alamat baik bagi Indonesia, negeri yang sohor dengan tingkat baca masyarakat rendah.
Rendahnya minat baca di kalangan masyarakat tanah air ini sudah menjadi rahasia umum dalam kancah percaturan literasi global. Berdasarkan tes The Programme for International Student Assessment (PISA) yang dirilis Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2016 lalu, minat baca pelajar Indonesia berada di peringkat 64 dari total 72 peserta yang disurvei.
Hasil ini sebangun dengan keyakinan epistemik para siswa terhadap pandangan saintifik yang berkembang. Hasil survei menyebutkan hanya enam dari 10 siswa menyadari perubahan perkembangan gagasan-gagasan dalam buku-buku sains. Sedangkan pada rata-rata negara OECD lainnya, rasio kepercayaan perubahan pandangan saintifik tersebut mencapai delapan dari 10 siswa.
Sedangkan pada 2012, survei yang sama mencatatkan peringkat baca pelajar Indonesia ada di tangga ke-60 dari 65 peserta survei. Peringkat ini mengalami penurunan ketimbang posisi ke-57 dari 65 negara pada 2009 dan peringkat 48 dari 56 negara pada tahun 2006.
Pemerintah, melalui berbagai program telah berupaya keras mendorong pertumbuhan angka minat baca masyarakat Indonesia ini. Sejak tahun 2016 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggiatkan Gerakan Literasi Nasional (GLN). Gerakan ini diharapkan menjadi garda terdepan dalam menumbuhkan budaya literasi di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan.
Gerakan ini dilakukan untuk mendongkrak perkembangan literasi secara multidimensional, mencakup literasi baca dan tulis, numerasi, sains, digital, finansial, serta budaya dan kewarganegaraan. Pelaksanaan GLN yang diimplementasikan di tiga ranah, yakni sekolah, keluarga, dan masyarakat dapat melibatkan berbagai pelaksana dan pemangku kepentingan pendidikan berdasarkan kedudukan, fungsi, dan peranan masing-masing.
Dalam praktiknya, implementasi GLN ini dilakukan melalui pendampingan di mana pendamping bersifat individual maupun institusional menjalankan peran dan fungsi sebagai fasilitator baik di lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat. Keberhasilan pendampingan ini diukur melalui tingkat kecakapan masyarakat dalam memahami, mengelola pengetahuan serta memanfaatkan keterampilan dan sumber daya untuk memperoleh sesuatu lebih baik.
Sebagai salah satu agen perubahan nasional, bank bjb punya cara tersendiri untuk ikut serta dalam mengampanyekan pentingnya budaya melek literasi ini. Bank yang berstatus sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi Jawa Barat ini selalu mendorong penuh berbagai agenda pemerintah yang bertujuan untuk menumbuhkan kecerdasan generasi penerus bangsa.
“bank bjb sebagai agent of development tak hanya menjadikan pertumbuhan bisnis sebagai satu-satunya tujuan berusaha. Kami juga memiliki kepedulian untuk mendukung visi dan misi pemerintah dalam mencerdaskan bangsa, salah satunya adalah mendorong literasi,” kata Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko yang melaksanakan tugas sebagai Direktur Utama bank bjb Agus Mulyana.
Secara internal, bank bjb memiliki bjb Pustakaku yang merupakan kepanjangan tangan dari bjb University. bjb Pustakaku adalah fasilitas perpustakaan yang menyediakan berbagai macam bacaan untuk insan bank bjb. Tak cuma terkait ilmu perbankan dan bisnis, koleksi buku di perpustakaan bank bjb ini meluas di berbagai bidang keilmuan.
Secara eksternal, bank bjb juga kerap menyalurkan dana corporate social responsibility (CSR) untuk mendorong gerakan literasi. Pada 2017 lalu, bank bjb memberikan bantuan berupa 3.500 koleksi buku serta 10 perangkat komputer yang memuat e-book untuk dinikmati masyarakat kepada Perpustakaan Umum Gasibu yang dikelola oleh pihak Bapusipda Jabar.
Teranyar, bank bjb ikut menyukseskan program 100 hari Jabar Juara Lahir Batin dengan ikut mendorong Kolecer dan Maca Dina Digital Library (Candil) yang merupakan fasilitas perpustakaan jalanan. Kolecer akan disebar di 27 Kabupaten/Kota se-Jabar dan 600 titik sebagai target lima tahun ke depan.
“bank bjb support terhadap pengadaan Kolecer berikut juga buku-buku yang ada di dalamnya. Kolecer ini ditempatkan di beberapa lokasi-lokasi strategis yang mudah dijangkau oleh masyarakat, terutama masyarakat umum. Tujuan Kolecer sendiri adalah memudahkan masyarakat umum bersentuhan dengan buku,” katanya.
Kepedulian bank bjb dalam mendukung kecerdasan generasi penerus bangsa ini merupakan sesuatu yang telah mengakar. Sejak lama penyaluran dana CSR bank bjb difokuskan kepada empat hal, yakni pendidikan, kesehatan, lingkungan. Langkah ini juga merupakan komitmen dalam mendukung terciptanya pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan sebagai wujud kepedulian terhadap pembangunan ekonomi, peningkatan kualitas hidup masyarakat, lingkungan, dan pendidikan di Indonesia. **