BANDUNG, — Kasus korupsi, garong duit rakyat di PT Pos Properti Indonesia (PT PPI) anak perusahaan PT Pos Indonesia disidangkan di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu 13 Oktober 2021. TAG: Dadang Suganda, KPK.
Terdakwa Cece Riyanto, mantan PNS Pemda Bogor didakwa telah merugikan negara Rp15 miliar dalam kasus korupsi di anak perusahaan PT Pos Indonesia tersebut. TAG: Dadang Suganda, KPK.
Terdakwa maling duit rakyat di anak perusahaan PT Pos Indonesia tersebut diancam dengan hukuman penjara 20 tahun karena melanggar pasal 2 dan 3 Jo Pasal 18 Undang-undang tindak pidana korupsi. TAG: Dadang Suganda, KPK.
Demikian terungkap dalam sidang dakwaan dugaan korupsi anak perusahaan PT Pos Indonesia, yakni PT Pos Properti di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan RE Martadinata, Rabu 13 Oktober 2021.
Dalam berkas dakawaanya, tim JPU Kejati Jabar Juliah menyatakan terdakwa telah melakukan atau menyuruh melakukan perbuatan melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain atau koorporasi yang menimbulkan kerugian keuangan negara.
”Yakni sejumlah Rp15 miliar berdasarkan hasil laporan pemeriksaan investigasi dalam rangka perhitungan kerugiaan negara atas pengeloaan kas pada PT Pos Properti Indonesia (PT PPI) pada 31 Desember 2019 oleh Badan Pemeriksa Keuangan RI,” katanya.
Perbuatan tersebut dilakukan terdakwa bersama dengan Jon Enardi. Amir Mahmud Haka (berkast terpisah), serta mantan Dirut PT Pos Properti Sri Wikani dan Direktur PT Pos Properti Akhmad Rizani yang keduanya sudah divonis telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Juliah menjelaskan, perbuatan tersebut berawal saat Reni menghubungi terdakwa dan mengaku bisa menerbitkan sertifikat depositi berangka (SDB) yang bisa memberikan keuntungan dalam bentuk premium yang lebih. Reni pun menwarkan diri menjadi mediator antara terdakwa dengan Jon Enardi.
“Terdakwa pun kemudian menghubungi rekannya Bambang untuk mencari pendana yang bonafit untuk mendapatkan keuntungan premium dari SDB tersebut,” ujarnya.
Akhirnya pada Juli 2014 terdakwa dipertemukan dengan Sri Wikani dan Akhmad Rinzani (terpidana) membicarakan niatan mereka mendepositkan dana sebesar Rp 75 miliar, dan mereka ingin mendapatkan keuntungan 11 persen.
Namun, rencana penempatan deposito di Bank Mandiri Cabang Jembatan Lima tersebut batal karena Jon Enardi memberikan info bahwa Kepala Cabang Bank Mandiri Cabang Jembatan Lima tidak berada di tempat.
Selanjutnya pada 15 Juli 2014 ada surat penawaran pembukaan deposito dari Bank Mandiri Syariah dengan Nomor : 16/3733/432 yang ditandatangani oleh Aulia Abrar selaku marketing manager dengan jangka waktu 12 bulan dengan keuntungan 11 persen per-tahun kemudian.
“Sri Wikani dan Akhmad Rizani mewakili PT. Pos Properti Indonesia membalas surat teraebut isinya menjelaskan bahwa PT. PPI (PT. POS Properti Indonesia) berminat untuk menempatkan deposito sebesar Rp. 75 miliar dengan rate 11 persen per-tahun, dan didepositkan secara bertahap Ep 50 miliar dan Rp 25 miliar,” ujarnya.
PT Pos Properti Indonesia akhirnya mendepositkan Rp 75 miliar dalam jangka 3 bulan di Bank Mandiri Syariah Gatot Subroto Jakarta dan untuk perolehan keuntungan bunga dari deposit tersebut akan ditransferkan ke PT Pos Properti Indonesia melalui rekening BNI.
Kemudian di Juli dan Agustus 2014, terbit deposit dari Mandiri Syariah Jakarta senilai Rp 50 miliar dan Rp 25 miliar dan dimasukan ke rekening PPI. Di hari yang sama Sri Wikani mengeluarkan Rp 25 miliar untuk diputarkan di securitas dengan keuntungan sebesar 5 hingga 10 persen.
Ringkasnya, dalam dakwaan disebutkan para terdakwa beberapa kali memutarkan uang milik PT Pos Properti Indonesia (PPI) hanya untuk mencari keuntungan hingga menutupi deposit yang sudah diambil sebelum jatuh tempo ke Bank BNI.
Selain itu dalam laporan keuangan Agustus sampai Oktober 2014 diketahui bahwa pengeluaran dana PT. PPI (PT. POS Properti Indonesia) sebesar Rp.25 miliar tersebut dilaporkan sebagai Kas Setara Kas (Deposito Bank Syariah Mandiri), padahal kenyataannya dana tersebut di transfer ke rekening saksi Ivan Dewanto, selanjutnya dana tersebut hanya dikembalikan sebesar Rp.13,5 miliar sehingga sisanya sebesar Rp. 11,5 miliar.
Kemudian dalam laporan keuangan Juli hingga Oktober 2014, diketahui bahwa pengeluaran dana PT. PPI sebesar Rp.15 miliar sebagai Kas Setara Kas (Deposito Bank Syariah Mandiri), padahal kenyataannya dana tersebut di transfer ke rekening karena sebelumnya kedua terdakwa sudah ada kesepakatan dengan keuntungan 11 persen dan fee 10 persen.
”Atas perbutan terdakwa negara setidaknya mengalami kerugian sekitar Rp 15 miliar,” ujarnya.**