LAMPUNG,- Komite Pemantau Kebijakan dan Anggaran Daerah (KPKAD) Lampung meminta penyidik dan jaksa KPK serta Pengadilan Tipikor Tanjung Karang untuk bisa menindaklanjuti proses hukum terhadap Nanang Ermanto, sesuai fakta-fakta hukum yang terungkap di sidang perkara korupsi dugaan fee setoran proyek pada dinas Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat Lampung Selatan yang melibatkan Bupati Zainudin Hasan.
“Kita minta Jaksa KPK dan hakim untuk mengambil langkah hukum, terkait fakta-fakta yang terungkap di persidangan, khususnya nama-nama yang muncul yang diduga ikut menerima aliran dana fee setoran proyek dari dinas PU PR Lamsel,” ujar Presidium KPKAD Gindha Ansori Wayka, Jumat (25/1/2019).
Menurut nya, atas fakta yang terungkap dalam beberapa kali persidangan, KPK dipandang perlu meningkatkan status Plt Bupati Lampung Selatan menggunakan Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 12 dan 15 UU No 31 Tahun 1999 junto UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Sehingga sambung dia, penegakan hukum itu bisa sesuai dengan adagium dan asas hukumnya yakni equality before the law dan tanpa pandang bulu.
“Fakta persidangan ini harus ditindaklanjuti. Jika tidak, maka akan menambah rentetan panjang dugaan pengungkapan tindak pidana korupsi yang setengah hati,” tegasnya.
Dikatakannya, jangan sampai penegak hukum dengan fakta hukum ini tidak meneruskan dan tidak menindaklanjutinya sebagai bagian dari mata rantai fakta hukum saat OTT di Lampung Selatan yang sedang diusut hingga saat ini.
Diketahui, dalam sejumlah persidangan nama Pelaksana tugas Bupati Lampung Selatan Nanang Ermanto disebut-sebut pernah menerima uang senilai Rp 480 juta dalam kurun 2017-2019. Uang itu ia terima dari empat orang. Dua di antaranya adalah terdakwa anggota DPRD Lampung Agus Bhakti Nugroho dan mantan Kepala Dinas PUPR Lamsel Anjar Asmara.
Selain dari Agus BN dan Anjar, Nanang mengaku terima uang dari Kepala Bidang Pengairan Syahroni dan mantan Kadis PUPR Lamsel Hermansyah Hamidi
Sebelum menerima uang tersebut, Nanang mengaku terlebih dahulu memberi tahu Zainudin Hasan, bupati nonaktif Lampung Selatan.
“Saya mintanya selalu dengan bupati. Tapi ngasihnya lewat Syahroni, ABN (Agus BN), Hermansyah, dan Anjar,” kata Nanang saat bersaksi dalam sidang lanjutan kasus fee proyek Dinas PUPR Lamsel dengan terdakwa Agus BN dan Anjar Asmara, di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang, Kamis (24/1).
Nanang pun mengakui telah mengembalikan uang Rp 480 juta itu melalui KPK. Pengakuan Nanang ternyata tidak sesuai dengan hasil berita acara pemeriksaan, pasalanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Subari Kurniawan mengaku Nanang menerima total Rp 960 juta selama 2017-2018.
Rinciannya, Rp 510 juta dari Syahroni, Agus BN, dan Hermansyah pada 2017. Kemudian, Rp 450 juta dari Agus BN dan Anjar pada 2018. “Jadi, saya bacakan ini, di BAP. Pada 2017, Saudara saksi (Nanang) menerima uang dari Syahroni, ABN, dan Hermansyah, total Rp 510 juta. Dan pada 2018, Saudara Saksi menerima uang dari ABN dan Anjar Rp 450 juta, jadi totalnya Rp 960 juta,” jelasnya.
Andy