BANDUNG,– Tokoh Sunda Cimaung Daerah Pilihan (Dapil) 7, Asep Juanda atau Asju kembali menyuarakan falsafah hidupnya.
Hal ini dalam rangka menyikapi Pilkada serentak tahun 2024 di Kabupaten Bandung.
Jargon “Lumampah Tanpa Ngalengkah, Nyoara Tanpa Sora” adalah peribahasa Sunda yang disuarakan saat jumpa pers di kediamannya, Jl. Raya Pangalengan, KM 25, Desa Cipinang, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung, Senin (22/7) pagi.
Asju menjelaskan, salah satu falsafah Sunda tersebut merupakan jargon hidupnya yang dijalani, baik sebagai tokoh masyarakat atau pun saat tampil sebagai Kepala Desa Cipinang sekaligus Ketua Apdesi Cimaung.
“Bagaimana kita berpikir dan bertindak jauh kedepan, realisasikan cita hidup yang dituju, tanpa merusak tatanan yang prosesnya dilalui. Artinya tanpa menyinggung dan melemahkan yang lainnya,” kata Asju.
“Bila pesan mendalam jargon ini mau dilakukan, sebagai contoh praktiknya disesuaikan dengan hubungannya. Bagaimana menyikapi Pilkada serentak masyarakat, tentukan pilihan cabup/cawabup di 27 November 2024 mendatang?” ungkap Asju bernada pertanyaan.
Selain itu, Asju memberikan catatan amatannya pada kebiasaan masyarakat desa-desa dan kampung di tahun-tahun politik yang sistem budayanya menjadi fragmatis.
“Setiap dagangan politik, penyakit lupa, kata pepatah “Halodo sataun lantis ku hujan sapoe” (Kering 1 tahun basah oleh hujan satu hari),” tambah Asju.
Menurutnya, hal tersebut menjadi dilema akut yang harus difahami para calon, baik calon bupati atau wakil bupati maupun calon pemimpin kontestasi lainnya.
“Itu penyakit pragmatis masyarakat kita yang ada saat ini. Artinya, apapun yang calon pemimpin dagangkan, program sehebat apapun, atau pun calon pemimpin incumbent/petahana yang nyalon lagi, masyarakat pemilih akan lupa semua itu,” ujarnya.
Menurut dia, penyakit lupa pada jasa keberhasilan program yang hampir 5 tahun, akan habis suaranya oleh segenggam pemberian material dari lawan politiknya kepada masyarakat di menit-menit akhir.
Asju memberikan contoh solusi cara bijak mengatasi penyakit pragmatis masyarakat ini melalui jargon “Melangkah tanpa langkah kaki, bersuara tanpa keluarkan suara”.
“Maka, siapa pun yang pandai menyuarakan program kena di hati tanpa suara gembar gembor program, dan mampu memberi tanpa terlihat memberi, maka kemungkinan meraih suara dukungan terbanyak jadi jaminan,” ungkap Asju.
“Saya bicara erat kaitannya dengan pembuktian, dimana saya kala itu nyalon lagi jadi Kades Cipinang, saya praktikan jargon tadi, dan saya pun menang terpilih lebih dari 50% suara, kalahkan calon-calon lainnya. Alhamdulillah ada ijin dari Allah saya jadi Kades Cipinang dua periode hingga saat ini,” tandasnya. (Abah Abadi/*ist)