BANDUNG, — Pemerintah Kota Bandung melalui Dinas Dinas Cipta Karya Bina Konstruksi dan Tata Ruang (Dinas Cipta Bintar) telah menerapkan sejumlah persyaratan pada proses izin mendirikan bangunan untuk meminimalisir banjir.
Persyaratan itu tercantum dalam Keterangan Rencana Kota (KRK). Dimana mensyaratkan aturan mengenai GSB ( Garis Sempadan Bangunan ), KLB ( Koefisien Lantai Bangunan ) dan KDB ( Koefisien Dasar Bangunan ).
“ Pada prinsipnya, salah satu tupoksi Dinas Cipta Bintar, adalah melakukan pengendalian dari aspek perencanaan, pelaksanaan dan pemanfaatan. Aspek pengendalian perencanaan adalah, setiap masyarakat yang akan melakukan pembangunan, harus mengantongi perizinan. Dimana harus didahului oleh rekomendasi. Rekomendasi-rekomendasi inilah yang mengatur terkait tata ruang,” ujar Sekretaris Dinas Cipta Bintar Rulli Subhanudin kepada wartawan, Senin (8/5/2023).
Menurut Rulli, ada aspek pengendalian, perencanaan, yang terbagi dua sub. Pertama sub aspek tata ruang dan sub aspek bangunan gedung.
“Nah di aspek tata ruang ini, kita melakukan pengendalian dan perencanaan dengan outputnya adalah keterangan rencana kota (KRK) berikut turunannya. Misal bapak membangun pabrik didaerah perdagangan, itu tidak boleh, itu salah satu bentuk pengendalian tata ruang. Lalu aspek Intensitas, KDB maksimal berapa, KLB maksimal berapa, RTH dan lain lain, itu adalah bentuk perencanaan aspek tata ruang, “ kata Rulli.
“Ketika pemohon melakukan kegiatan pembangunan, itu dulu yang harus dikantongi sebagai dasar arsitek yang ditunjuk oleh yang punya kegiatan, melakukan kegiatan perencanaannya. Gambar yang diberikan pemohon yang akan melakukan kegiatan pembangunan, kita periksa, sumur resapannya disarankan, jangan sampai si air yang ada di persil itu membebani jaringan insfrastruktur, maupun gorong-gorong, sehingga diamsusikan bisa meminimalisir beban gorong-gorong,” tambahnya.
Lanjut Rulli, yang terjadi saat ini adalah kurangnya kesadaran masyarakat terhadap regulasi yang ditetapkan. Bahkan dia menyebut banyak yang pemohon izin yang melanggar.
“Yang diizinkan 50 namun dibangun 70, diizinkan 60 tapi dibangun 90. Kita sangat tegas, jika tidak sesuai harus dibongkar. Saya tidak mendiskreditkan, namun mencoba memproporsionalkan masyarakat untuk menyikapi regulasi,” katanya.
Banyak yang terjadi, sambungnya, kepentingan ekonomi melebihi kepentingan dampak.
“ Contoh begini, bapak punya kos-kosan 10, dari sisi ekonomi nggak masuk, biar masuk kalau bisa 20 kamar, artinya apa kepentingan ekonomi mlebihi kepentingan. Nah dampaknya, jadi macet, bangunan jadi lebih besar dan akhirnya menyebabkan banjir. Inilah yang harus kita selesaikan secara bersama sama, karena peran serta masyarakat sangat penting,” paparnya. ADV