BOGOR,– Adanya money politic atau politik uang pada perhelatan pemilihan kepala desa (Pilkades) serentak tahun 2019 di Kabupaten Bogor disesalkan. Sebabnya, politik uang ini telah mencederai pesta demokrasi yang sejatinya jadi sarana pendidikan berpolitik bagi masyarakat.
Ironisnya lagi, money politic berbuah petaka lantaran ada anggota DPRD Kabupaten Bogor dilaporkan ke polisi karena diduga menampar tim suksesnya yang juga masih keluarganya.
Pasca-dilaporkan ke pihak kepolisian oleh warga bernama Yudi Abadi, Anggota DPRD Kabupaten Bogor bernama Adi Suwardi itu pun menyampaikan permohonan maaf. Ia pun mengajak korban agar permasalahan ini diselesaikan secara kekeluargaan.
“Betul tamparan itu tamparan gimana sih, kayak gregetan. Tapi kalau versi Yudi kalau itu bagian daripada tamparan, segala macam, waduh, itu terlalu berlebihan,” kata Adi ketika dikonfirmasi, Jumat (8/11/2019).
Dia juga mengaku masih punya hubungan keluarga dengan korban. Selain itu, Adi menyebut Yudi juga tim suksesnya.
“Saya tanya Yudi, jujur kamu terima amplop dari siapa saja selain dari saya. Dia pun mengaku menerima amplop dari calon lain. Saya pun di situ mulai emosi. Ya aloh Yudi, kamu penghiatan Yudi, saya sampai teriak-teriak gitu. Karunya ka almarhum Yudi. Kamu gak kasian sama almarhum. Terlepas kamui saya kasih uang, dan menerima uang dari tim sukses lain. Kemudian saya gemes, gereget sama Yudi dan memegangi pipinya. Bukan nampar sebenarnya hanya tepuk-tepuk saja tentunya tidak kenceng. Cuma muncul pernyataan di beberapa media saya menampar lah, mukul lah. Saya juga gak paham,” ungkap Adi sambil mempraktikan kejadian berama Yudi tersebut.
Ia pun membenarkan adanya indikasi kecurangan yang dilakukan panitia. “Ya, ada pendukung saya di TPS diusir keluar oleh panitia, sementara yang bersangkutan (tim sukses lain, red) masih tetap berada di areal itu, hingga terjadilah adu mulut,” tuturnya.
Namun terlepas dari kejadian itu, hal menarik yang sejatinya jadi pekerjaan rumah (PR) bagi penyelenggara pilkades ialah adanya politik uang.
Sebelumnya, berdasarkan data Tim Pemantau Pilkades Kabupaten Bogor, ada 1.027 temuan pelanggaran sepanjang penyelenggaraan pilkades yang dilaksanakan Minggu (3/11/2019) lalu.
Dari ribuan temuan tersebut, separuhnya atau 502 kasus merupakan politik uang yang dilakukan dengan beragam cara. Dari pembagian uang kepada pemilih secara door to door hingga saat kampanye terbuka dilapangan lewat doorprize.
Bahkan tim pemantau menemukan kejadian politik uang saat pilkades berlangsung. “Pembagian uang bahkan dilakukan secara terang-terangan oleh tim sukses calon,” ujar Sekretaris Tim Pemantau Pilkades Serentak Kabupaten Bogor, Yusfitriadi, saat ekspose hasil temuan Pilkades Serentak 2019, di Cibinong, Selasa (5/11/2019).
Sementara itu, Ketua Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) Kabupaten Bogor, Jonny Sirait menyebutkan, adannya praktik politik uang harus segera disikapi penyelenggara agar tidak merusak tatanan pesta demokrasi di Indonesia, khususnya di Kabupaten Bogor.
“Harus diakui, bahwa uang menjadi sesuatu yang tidak menjadi masalah bagi masyarakat dalam sebuah kontestasi pemilu. Namun patut digarisbawahi bahwa politik uang bisa merendahkan martabat rakyat. Para calon tertentu yang menggunakan politik uang untuk menentukan siapa yang harus dipilih dalam pemilu telah secara nyata merendahkan martabat rakyat. Suara dan martabat rakyat dinilai dengan bahan makanan atau uang yang sebenarnya nilainya tidak sebanding dengan apa yang akan didapat selama sang calon menduduki kursi yang berhasil direbut dengan cara ini,” ungkap Jonny.
Kemudian, imbuhnya, politik uang merupakan jebakan buat rakyat. Seseorang yang menggunakan politik uang untuk mencapai tujuannya sebenarnya sedang menyiapkan perangkap untuk menjebak rakyat.
“Rakyat dalam hal ini tidak diajak untuk sama-sama memperjuangkan agenda perubahan, tetapi diarahkan untuk hanya memenangkan sang calon semata. Setelah calon terpilih, maka tidak ada sesuatu yang akan diperjuangkan karena sang calon akan sibuk selama menjabat di periode tertentu untuk mengembalikan semua kerugiannya yang telah dikeluarkan untuk menyuap para pemilih. Kondisi akan lebih para jika misalnya, calon telah meminta bantuan konglomerat tertentu untuk menyediakan dana kampanye yang dipakai untuk menjalankan politik uang,” jelasnya.
Butuh Solusi
Jonny pun menandaskan, bahwa persoalan menjamurnya politik uang harus segera dicarikan solusi, butuh solusi.
“Salah satu cara yang paling tepat untuk membenahi moral para peserta pemilu tersebut adalah dengan menindak tegas secara administrasi. Ada sanksi administratif diskulifikasi sebagai calon itu yang kemudian bisa memberikan dampak atau efek jera, itu jauh lebih efektif daripada memenjarakan orang atau meminta denda itu kan mereka bisa bayar saja,” terangnya.
Menurutnya, sejauh ini larangan dan sanksi hukum terhadap praktik politik uang belum dilakukan secara tegas. Larangan tersebut baru berlaku terhadap kandidat pemilu atau tim suksesnya, sedangkan penerima politik uang tidak akan terkena hukuman apapun.
“Harusnya politik uang disamakan dengan suap, di mana baik pemberi maupun penerima dapat terkena hukuman,” pungkasnya. (Bas/eljabar.com)