Oleh: Jonny Sirait
Saat ini, publik dihebohkan dengan pembongkaran wisata Hibisc Fantasy di Puncak, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor.
Menarik untuk dibahas, siapa sebenarnya dalang dan yang paling bertanggungjawab dibalik pemberi izin Hibisc Fantasy, serta bagaimana pengawasan lingkungan di Kabupaten Bogor.
Sebelum itu, langkah tegas yang diambil Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi patut diapresiasi. Gebrakannya diawal jabatan sebagai gubernur banyak menuai pujian, termasuk dari penulis, jujur mengakui salut.
Lantas sebelum ke pembahasan utama siapa sebenarnya dalang pemberi izin Hibisc Fantasy, penulis juga ingin mengingatkan bahwa kemungkinan besar di Kabupaten Bogor patut diduga masih banyak tempat wisata yang menyalahi aturan tentang lingkungan atau berdampak pada lingkungan yang menjadi pemicu bencana.
Memang saat ini ada empat objek wisata yang kabarnya disegel pemerintah, yakni milik PT. Perusahaan Perkebunan Sumber Sari Bumi Pakuan, PTPN I Regional 2 Gunung Mas, PT Jaswita Jabar (Hibisc Fantasy), dan kawasan Eiger Adventure Land.
Nah, kemudian siapa yang paling bertanggungjawab sebagai pemberi izin. Sebelumnya Gubernur Jawa Barat menyoroti Ade Yasin (AY) sebagai salah satu pemberi izin, tapi menurut pengamatan penulis, AY bukan sasaran tepat, terlebih dia kala itu hanya menjabat sebagai Bupati Bogor, kini nonaktif.
Namun poin yang harus digarisbawahi, menurut pemulis para pejabatan saat ini harus lebih mengedepankan tabayyun atau sikap mencari kejelasan, kebenaran tentang sesuatu, sehingga jelas keadaan sesungguhnya.
Lebih dari itu, tentunya kami berharap para pejabat berwenang ini tidak saling menyalahkan, saling sikut, saling menjatuhkan yang justru dapat menimbulkan “perang dingin”
Sejatinya, kejadian seperti ini dijadikan bahan evaluasi dan proyeksi agar kejadian serupa dapat diminimalisir, dicegah dan tidak terulang.
Oke, kembali ke topik, menurut penulis, untuk mencari tahu dasar dan aktor pemberi izin, perlu menyasar kementerian lingkungan hidup atau KLH. Sebab, menurut sepengetahuan penulis, alur perizinan ini tak lepas dari peran KLH, dan berikut alurnya.
Untuk tahap awal, pemilik usaha wisata harus melakukan pengajuan permohonan. Yang mana pemohon mengajukan permohonan kepada Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) untuk membangun pariwisata di lahan kehutanan.
Kemudian dilakukan pengkajian dan evaluasi. Ya, KLHK melakukan pengkajian dan evaluasi terhadap permohonan tersebut, termasuk menilai kesesuaian lokasi dengan rencana tata ruang wilayah.
Selanjutnya masuk tahap perijinan, yang meliputi beberapa poin berikut:
- Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH): KLHK menerbitkan IPPKH jika permohonan disetujui.
2 . Izin Usaha Pariwisata (IUP): Pemohon mengajukan permohonan IUP kepada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).
- Izin Lingkungan: Pemohon mengajukan permohonan Izin Lingkungan kepada KLHK atau Pemerintah Daerah.
- Izin Mendirikan Bangunan (IMB): Pemohon mengajukan permohonan IMB kepada Pemerintah Daerah.
Langkah berikutnya ialah Tahap Pemantauan, sebagai berikut
- Pemantauan dan Evaluasi: KLHK dan Kemenparekraf melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kegiatan pariwisata di lahan kehutanan.
- Pengawasan: Pemerintah daerah melakukan pengawasan terhadap kegiatan pariwisata di lahan kehutanan.
Lalu, masuk ke fase persyaratan sebagai berikut;
- Rencana Tata Ruang Wilayah: Pemohon harus memiliki rencana tata ruang wilayah yang sesuai dengan kegiatan pariwisata.
- Analisis Dampak Lingkungan: Pemohon harus melakukan analisis dampak lingkungan terhadap kegiatan pariwisata.
- Rencana Pengelolaan Lingkungan: Pemohon harus memiliki rencana pengelolaan lingkungan yang sesuai dengan kegiatan pariwisata.
Jangan lupa, dalam hal ini juga ada sanksi, yaitu sebagai berikut:
- Pencabutan Izin: Jika pemohon tidak memenuhi persyaratan atau melanggar ketentuan, maka izin dapat dicabut.
- Denda: Pemohon juga dapat dikenakan denda jika melanggar ketentuan.
- Penghentian Kegiatan: Kegiatan pariwisata dapat dihentikan jika tidak memenuhi persyaratan atau melanggar ketentuan.
Lalu kita mengerucut pada dasar hukum untuk membangun pariwisata di lahan kehutanan di Indonesia, yakni sebagai berikut:
Undang-Undang
- Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan: Mengatur tentang pengelolaan hutan dan pemanfaatan kawasan hutan.
- Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan: Mengatur tentang pengembangan pariwisata dan pemanfaatan potensi pariwisata.
Peraturan Pemerintah
- Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan: Mengatur tentang tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan.
- Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional: Mengatur tentang rencana tata ruang wilayah nasional.
Peraturan Menteri
- Peraturan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Nomor P.32/MENLHK/SETJEN/KUM.1/5/2016 tentang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan: Mengatur tentang izin pinjam pakai kawasan hutan.
- Peraturan Menteri Pariwisata Nomor PM.103/2017 tentang Pedoman Pengembangan Pariwisata di Kawasan Hutan: Mengatur tentang pedoman pengembangan pariwisata di kawasan hutan.
Peraturan Daerah
- Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah: Mengatur tentang rencana tata ruang wilayah daerah.
- Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Kawasan Hutan: Mengatur tentang pengelolaan kawasan hutan di daerah.
Nah, jika mengacu pada serangkaian aturan dan mekanisme tersebut, menurut penulis, jika pun izinnya diteken di era Bupati Ade Yasin, namun Ade Yasin bukan pelaku utama dan belum tentu juga Ade Yasin yang meneken, sebab di Kabupaten Bogor juga masih banyak pejabat yang berwenang. Ya mungkin Ade Yasin yang dibawah kementerian lingkungan hidup hanya mandut-mandut saja. Ini tentunya harus ada penjelasan langsung dari Ade Yasin.
Yang jelas, penulis sejauh ini fokus pada alur perizinan, yang ternyata KLHK juga bertanggung. Lalu, sejauh mana Kang Dedi Mulyadi menindaknya sampai ke KLHK atau pemberi izin di tingkat provinsi. Mari kita simak terus perkembangannya.
Demikianlah menurut kacamata penulis. Besar harapan agar kejadian yang menghebohkan ini menjadi tamparan bagi semua pihak untuk lebih berhati-hati di kemudian hari, dan mengedepankan prosedur.
Penulis adalah: Ketua Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) Kabupaten Bogor, tokoh politik dan tokoh masyarakat Kabupaten Bogor.