Cilacap Barat, — Hampir keseluruhan dari masyarakat yang mengajukan PTSL keberatan pasalnya panitia berikut Ketua BPD Desa Panulisan Barat memungut biaya proses sebesar 420 ribu rupiah yang di rasa sangat memberatkan, hal ini tentunya mengundang banyak kegaduhan parahnya lagi kepala desa pun mendukung hal tersebut malah terkesan menutup mata.
Sertifikasi tanah lewat pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) dari pemerintah yang digembar-gemborkan gratis, ternyata tidak sesuai harapan. Ratusan warga Desa panulisan barat, Kecamatan dayeh luhur mengaku dipungut biaya dalam pengurusan sertifikat PTSL.
Nilainya berbeda-beda, mulai Rp 420 ribu di lingkungan desa, 600 ribu diluar desa panulisan barat, ada juga yang sampai Rp 1 juta, Uang tersebut disodorkan saat para petugas/panitia PTSL mendata kepemilikan tanah warga.
Data yang diterima media kami, sekitar kurang lebih 900 Kepala Keluarga mengurus PTSL. Lantaran banyak, pihak panitia membagi menjadi beberapa tahap. Kemarin merupakan tahap ketiga. Warga mengeluh karena ada biaya yang dinilai terlalu mahal.
CRM (45), salah satu warga yang ikut dalam antrean mengurusan sertifikat mengaku tidak pernah ada kesepakatan pembayaran. Meski demikian, dia tetap terpaksa menyediakan uang.
“Biar cepat selesai sudah. Meski Rp 600 ribu gak apa-apa. Mau gimana lagi,” keluhnya.
DR mengatakan, “Di Desa saya juga ada penarikan. Namun harganya maksimal hanya Rp 200 ribu. Di sini mahal,” kesalnya.
Sementara itu, Suhyo, sekaligus anggota BPD Desa Panulisan Barat bersikukuh panarikan tarif tersebut sudah ada kesepakatan di awal sama warga, karena dari itu tentunya panitia juga harus untung karena kerja yang mengurusi PTSL ini siang dan malam
Dia menilai penarikan biaya tersebut sudah menjadi hal biasa. Bahkan desa lain sudah menerapkannya. Bahkan menurut kesepakatan kades, ada tingkatan sesuai luas tanah. Namun dirinya tidak memberlakukan usulan tersebut. Dia berdalih masih memakai hati nurani dalam menentukan kebijakan.
Dikonfirmasi adanya dugaan pungutan itu, AD Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), mengatakan sertifikasi tanah tersebut adalah proyek nasional (prona).
“Anggarannya sudah ada dari APBN,” ucapnya.
Semua pembiayaan dari administrasi dengan sertifikat akan dibiayai oleh pemerintah alias gratis. Namun jika ada pungutan yang lain, maka harus diserahkan pada desa.
“Tentunya ada kesepakatan antara desa dan warga selagi itu di mengerti,” katanya.
Dia juga enggan mengatakan bahwa BPN ingin ikut campur dalam penarikan tersebut. Karena BPN mengeluarkan sertifikat sudah ada ketentuannya. Biaya tranportasi dan segalanya sudah ada anggarannya.
Selain itu, ada juga biaya akibat adanya peralihan tanah. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB), Pajak Penghasilan (PPh) dan Biaya Pembuatan Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT. Besaran biaya berdasarkan keputusan BPN dan Mendagri dan Menteri PDTT.
Di tempat terpisah, PN (RECLLASERING RI) mengatakan hal ini akan kita laporkan ke kejati atau kejari karena hal tersebut adalah pungutan liar.
“Jika tidak tertulis, ya kategori pungli,” tegasnya.
Persetujuan tersebut harus disetujui 3 belah pihak. Pemerintah Desa, Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan warga.
“Pungutan tersebut tidak besar, hanya ratusan,” ujarnya sembari terkejut ketika diberitahui terkait adanya pungutan dari ketentuan semestinya. *red