BANDUNG — Sidang dugaan kasus korupsi pengadaan lahan untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Bandung Tahun Anggaran (TA) 2012-2013, kembali bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Bandung, Senin (10/08/2020).
Pada sidang yang berakhir hingga pukul 23.30 WIB itu, Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Budi Nugraha, mencoba menggali lebih dalam awal keterlibatan saksi Utang Supriatna pada proyek RTH.
Tak urung, Budi dibuat jengkel oleh jawaban Utang yang berbelit-belit seolah menyembunyikan sesuatu. Bahkan jaksa komisi anti rasuah itu, sempat mengingatkan Utang Supriatna bahwa jaksa bisa meminta majelis hakim untuk menaikkan statusnya dari saksi menjadi tersangka.
“Saya ingatkan saksi itu sudah disumpah, jawab jujur jangan berbelit-belit. Saya tidak mengancam, saat ini juga saya bisa saja meminta majelis hakim untuk melakukan penahanan terhadap saudara,” tandas Budi, dengan intonasi meninggi.
Dijawab Utang, dirinya mengenal Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Proyek Pengadaan Lahan RTH Hermawan, saat dirinya mengurus mutasi surat sewa tanah milik Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung seluas 400 meter persegi.
“Kenal dengan Hermawan sekitar tahun 2012 saat mengurus balik nama sewa tanah di Jalan Banteng,” ujarnya.
Diceritakan Utang, selaku pengusaha tower Base Transceiver Station (BTS), dirinya kerap berkecimpung dalam hal sewa dan pembelian lahan.
“Saat mengurus sewa tanah itulah saya bertemu Hermawan di Kantor Bagian Aset,” imbuhnya.
Saat bertemu Hermawan, owner PT Media Karya Utama itu sempat bertanya ke Hermawan seputar pekerjaan apa yang bisa digarapnya selaku pengusaha.Â
Saat itu Hermawan mengarahkan Utang untuk turut serta dalam proyek pengadaan lahan RTH, “Pak Hermawan yang menyarankan saya ikut proyek RTH,” ujar Utang.Â
Singkatnya, Utang membeli puluhan bidang tanah di Palasari Cibiru dengan total harga Rp 2,9 miliar. Oleh Utang, tanah yang dibelinya tersebut dijual kembali ke Pemkot Bandung seharga Rp 6 miliar.
“Yah, saya dapat keuntungan Rp 3,1 miliar,” tuturnya.
Utang menjelaskan bahwa transaksi pembelian tanah menggunakan jasa dua orang notaris, Mirna Sarifah Amir SH dan Tedi Priadi SH. Seluruhnya dibayarkan secara kontan kepada pemilik dari uang hasil pinjamannya kepada Bank NISP Bandung.
Yang mengherankan, ketika menjual kembali 19 bidang tanah itu kepada Pemkot Bandung, Utang Supriatna memerintahkan menantunya Ahmad Mulyana menjadi kuasa jual dari pemilik tanah. Tak ayal, hal tersebut membuat jaksa dan majelis hakim meragukan keterangan Utang di depan persidangan.
Ada Campur Tangan Hermawan
Mendengar keterangan Utang yang kerap berbelit-belit, majelis hakim Basari Budhi Pardiyanto SH MH, kembali mengingatkannya untuk berbicara jujur karena sudah disumpah.
Ditegaskan Basari, saran Hermawan untuk membuat kuasa jual kepada Utang Supriatna, tidak masuk akal.
“Saudara baru saksi, siapa tahu status saudara ditingkatkan. Saudara sudah memperoleh keuntungan, artinya ada aliran dana RTH ke saudara. Ada pihak yang diuntungkan dan saudara yang diuntungkan dari kerugian negara,” cecar Basari.
Basari lantas mempertanyakan tindakan Utang menyuruh Ahmad Mulyana menandatangani kuasa jual untuk 19 bidang tanah yang konon telah dibelinya dari pemilik.Â
“Lalu kenapa uang Rp 6 miliar yang diterima Ahmad Mulyana diserahkan kepada saksi bukan kepada pemilik yang sudah memberikan kuasa?” tanya Basari.
Basari pun mempertanyakan saksi Ahmad Mulyana (menantu Utang Supriatna) siapa yang telah menyuruhnya menjadi kuasa jual.
“Ibu mertua saya yang menyuruh. Memang menurut saya itu tidak lazim dalam proses jual beli. Tapi karena yang menyuruh saya mertua, saya tetap tandatangani meski notaris sempat mempertanyakan keyakinan saya,” jawab Ahmad.
Jaksa KPK lainnya Chaerudin, meragukan kesaksian Utang Supriatna. Dia meminta izin majelis hakim untuk kembali menghadirkan saksi Utang pada persidangan berikutnya.
Selain Utang Supriatna dan Ahmad Mulyana, persidangan juga menghadirkan saksi Mohammad Kamaluddin, Sopian, Ayi Saman dan Engkus Kusnadi. (Dud)