SUMEDANG – Tim Program Pengabdian kepada Masyarakat (PPM) Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung (SITH ITB) program Penerimaan Proposal Kegiatan Program (P3MI) 2020 menyelenggarakan kegiatan pelatihan teknik budidaya bambu dan peningkatan kualitas bambu pada petani hutan rakyat sekitar Gunung Geulis, Kabupaten Sumedang, Minggu (20/9).
Kegiatan PPM diketuai Dr. Tati Karliati dengan anggota tim PPM, Dr Yayat Hidayat. Pelatihan dilaksanakan di sekretariat Forum Komunikasi Gunung Geulis, Desa Jatiroke, Kecamatan Jatinangor. Acara dibuka Dr. Ir. Yayat Hidayat selaku pembina Forum Komunikasi Gunung Geulis dan sekaligus Tim PPM SITH ITB. Sambutan juga diberikan oleh Ketua Forum Komunikasi Gunung Geulis, Saepudin.
“Tujuan dari PPM P3MI ini adalah transfer ilmu dari akademisi (ITB) kepada kelompok tani hutan rakyat (masyarakat) tentang teknik budidaya dan teknik pengawetan bambu dalam upaya memperpanjang umur pakai bambu. Sehingga masyarakat menjadi terampil dalam budidaya bambu yang dapat meningkatkan produktivitas tanaman bambu (pendapatan meningkat),” kata Yayat Hidayat dalam siaran persnya.
Selain itu, sambungnya, dengan penerapan upaya pengawetan bamboo, maka kelestarian hutan menjadi lebih terjaga.
Adapun materi yang disampaikan dalam pelatihan ini meliputi budidaya bambu oleh Dr Yayat Hidayat, dan teknik pengawetan bambu oleh Dr. Tati Karliati.
“Teknik atau metode pengawetan yang dilatihkan kepada masyarakat adalah teknik pengawetan bambu secara rendaman dingin dengan pengawet asap cair bambu yang ramah lingkungan,” jelasnya.
Modul pertama dengan judul Teknik Pembibitan Bambu dibawakan Dr Ir Yayat Hidayat MSi. Dalam pemaparannya, Dr Yayat Hidayat menerangkan teknik pembibitan bambu dapat dilakukan secara generatif (melalui penaburan biji) maupun vegetatif (melalui penggunaan bahan non biji).
“Namun demikian, pembibitan bambu melalui biji jarang sekali dilakukan karena sulit mencari biji bambu. Pembiakan vegetatif telah banyak dilakukan masyarakat antara lain melalui pembiakan stek, rimpang bambu, dan kultur jaringan,” jelasnya.
Lebih lanjut Yayat menjelaskan bahwa teknik pembibitan bambu melalui stek batang, stek ranting, dan rimpang bambu telah banyak dilakukan masyarakat. Sedangkan teknik pembibitan melalui kultur jaringan masih belum banyak dilakukan.
“Kunci utama keberhasil pmebibitan memalui stek adalah keberhasilan dapal peroses peumbuhan akar stek. Penumbuhan akar stek batang dapat dipacu dengan penambahan zat perangsang tumbuhnya akar. Ada beberapa bahan alami yang dapat digunakan sebagai zat perangsang akar antara lain bawang putih, ektrak rebung bambu, air kelapa muda, air cucian beras, dan MSG (penyedap makanan). Media yang baik untuk menumbuhkan akar stek bambu adalah media cocofeat (media serbuk sabut kelapa),” bebernya.
Bibit bambu hasil kultur jaringan, kata dia, menghasilkan jumlah rumpun yang relatif lebih banyak dan dapat diproduksi dalam jumlah yang sangat banyak, dan sangat efisien dalam penggunaan bahan (material) tanaman jika dibandingkan dengan cara stek. Namun demikian pemabngunan laboratorium kultur jaringan memerlukan investasi yang sangat besar.
Materi kedua kemudian disampaikan Dr. Ir. Tati Karliati MSi dengan pembahasan teknik pengawetan bambu. Tati menjelaskan bahwa bambu sebagai bahan alami memiliki kelemahan pada ketahanan terhadap rayap maupun kumbang bubuk.
“Untuk itu pemakaian bambu sebagai bahan bangunan atau lainnya, jika diharapkan memiliki service life atau usia pemakaian yang lama dan maksimal maka, perlu treatment pendahuluan yaitu pengawetan,” ucap dia.
“Pengawetan bambu adalah perlakuan kimia dan/atau perlakuan fisik terhadap bambu untuk memperpanjang masa pakai bambu. Bahan pengawet yang baik adalah dapat digunakan untuk kepentingan komersial pada umumnya, harus beracun terhadap perusak kayu, permanen, lebih mudah meresap, aman jika dipakai, tidak merusak kayu dan logam, banyak tersedia dan murah,” sambungnya.
Penggunaan asap cair merupakan alternatif bahan pengawet ramah lingkungan dapat digunakan dalam pengawetan bambu. Asap cair bambu (cuka bambu) adalah cairan organik alami yang dihasilkan dari kondensasi asap atau pengembunan dari uap hasil pembakaran pada proses pembuatan arang secara langsung maupun tidak langsung dari bahan-bahan yang banyak mengandung lignin, selulosa, hemiselulosa serta senyawa karbon lainnya.
Selanjutnya Tati mengatakan bahwa hasil riset Komarayati & Wibowo (2015),rendemen asap cair bambu berkisar antara 5,00-24,00% ; pH 2,70-3,36 ; berat jenis 0,99-1,03 ; dan mengadung komponen kimia asam asetat 31,37-83,59% ,metanol 1,37-2,07% dan total fenol 0,56-1,24%. Aplikasi asap cair sebagai Bahan pengawet kayu dapat mengurangi serangan jamur pelapuk (Srisai, dkk 2015), rayap tanah (Andre, dkk., 2016). (Man/Bon)