SUMEDANG,– Miris. Mungkin itulah kalimat yang bisa tergambarkan ketika hari Raya Idul Fitri 1441 H seolah dikalahkan oleh acara ‘hura-hura’ yang digelar pihak IPDN Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat. Bagaimana tidak, beberapa praja IPDN muslim dikabarkan dilarang untuk melaksanakan ibadah Shalat Ied berjamaah di masjid, namun IPDN menggelar “dangdutan”, ironisna diduga dengan mendatangkan biduan asal zona merah, DKI Jakarta.
Disisi lain, masyarakat di Jakarta dilarang keluar daerah. Dan sebaliknya, warga non Jakarta dilarang masuk ibukota lataran dikhawatirkan menyebar wabah coronavirus desease (Covid-19). Namun dengan uang, IPDN bisa menghadirkan orang dari Jakarta untuk menghibur praja, Minggu (24/5/2020).
Berdasarkan foto yang beredar, Nampak sejumlah praja IPDN asyik berjoget ria dengan iringan suara sang biduan yang tak mengenakan masker. Padahal, pemerintah telah melarang masyarakat untuk membuat kegiatan yang dapat mengundang keramaian demi memutus wabah Covid-19. Tapi lagi, larangan tersebut seolah tak digubris pihak IPDN.

Dalam foto, nampak juga hadir Rektor IPDN Dr. Hadi Prabowo, M.M. Ia satu meja dengan petinggi IPDN lainnya dan tak mengenakan masker.
Nikmatnya lantunan musik seolah membuat pihak IPDN lupa bahwa hal itu bisa menambah jumlah orang terpapar virus mengerikan. Apalagi, sebelumnya ada beberapa praja yang menjadi pasien dalam pengawasan (PDP) bahkan dinyatakan positif COVID-19. Namun di hari raya itu, suasana ramai dinikmati pejabat IPDN termasuk praja.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, acara dilaksanakan di Gedung Nusantara, pukul 13.00 dengan dihadiri pejabat IPDN dan praja IPDN. Acara tersebut sengaja mendatangkan bintang tamu sebagai penyanyi dari zona merah virus corona, DKI Jakarta.
Namun yang mengherankan, di pagi hari praja IPDN justru tidak diizinkan melaksanakan shalat ied bersama-sama di masjid atau di lapangan yang ada di IPDN. Tetapi mengumpulkan banyak orang dalam satu gedung untuk acara makan-makan dilakukan bahkan tidak memperhatikan protokol kesehatan, karena sejumlah praja tidak mengenakan masker, termasuk sang biduan, mereka asyik mengiringi tanpa memperhatikan protokol kesehatan terkait Covid-19.
Informasi yang beredar, kegiatan tersebut merogoh biaya sekitar Rp75 juta, padahal anggaran pendidikan di sana-sini dipangkas guna mendukung pemerintah dalam mengatasi wabah Covid-19. Lantas, apakah layak kegiatan tersebut dilaksanakan dengan melihat kondisi negara yang sedang prihatin?
Kemudian jika memang kegiatan tersebut merupakan kegiatan positif mengapa kesannya diam-diam, dan tidak ada publikasi dengan mengundang wartawan sehingga melalui wartawan yang mempublikasikan kegiatan tersebut masyarakat tahu kegiatan positif apa yang telah dilakukan IPDN dalam rangka merayakan Hari Raya Idul Fitri.

Kegiatan tersebut diprakarsai Kabag Umum IPDN Bisri S.Sos., yang merupakan pejabat bermasalah dengan Kejaksaan di Bukittinggi terkait pengadaan tempat tidur kampus Sumbar. Lantas, mengapa ia jugamasih diberikan kepercayaan untuk mengelola kegiatan yang menelan biaya tak sedikit.
Sementara itu, Kepala Biro Kerjasama dan Hukum IPDN Baharuddin Pabba menampik IPDN telah melanggar aturan pemerintah. Ia pun mendesak pasal mana yang telah dilanggar IPDN, seolah mengabaikan bahwa tidak mengenakan masker adalah pelanggaran yang selama ini ditindakan kepada masyarakat.
“Jadi Kang mau naikkan jadi berita? Saya sudah meminta Akang tidak beritakan, tapi kalau Akang naikkan berita, itu hak Akang. Saya sudah jelaskan ini acara internal, makan siang keluarga besar IPDN. Kami tetap mengikuti protokol Covid-19. Saya belum menemukan pasal dalam aturan PSBB yang dilanggar. Kalau akang temukan tolong share ke saya pasal mana. Terima kasih. AJII (Aliansi Jurnalis Info IPDN, red) ada untuk kita saling menghargai dan saling bekerja sama,” papar Pabba.
Ia kemudian kembali menanyakan aturan mana yang telah dilanggar IPDN karena telah membuat acara keramaian dengan dihadiri ratusan orang itu.
“Pasal mana yang kami langgar Kang. Tolong sebutkan pasal dan peraturannya. Sekali lagi saya jelaskan ya Kang, tempat makan siang kemarin dengan Praja itu adalah memang tempatnya Praja untuk makan siang bersama setiap hari. Kami pejabat IPDN datang untuk makan bersama mereka sebagai keluarga besar dan tetap menggunakan standar kesehatan dan protokol COVID-19. Kami menjaga jarak, bermasker dan tidak bersalam-salaman. Kami lihat pasal-pasal dalam PSBB tidak ada yang mengatur hal tersebut. Lalu kenapa harus dihebohkan?” ujar Pabba.
Mengaku Diizinkan Menteri Dalam Negeri
Dia juga menjelaskan, sebelum lembaga lain mengambil tindakan memutus mata rantai pandemic COVID-19, IPDN sudah melaksanakan itu sejak tanggal 15 Maret. Dimana Praja IPDN sudah dikarantina di Kampus sampai saat ini.
“(Mereka) tidak pesiar, tidak mudik, izin cuti dan lain-lain, lalu dirapid tes seluruhnya, penyemprotan disinfektan keseluruh area kampus, pembagian vitamin dan wajib berjemur setiap jam 9 pagi dan WFH bagi sebagian ASN 3.700 lebih. Praja 1.200 lebih dan ASN alhamdulillah aman dan patuh. Kemarin hari lebaran atas izin Pimpinan Kemdagri, para pimpinan IPDN hadir di ruang makan Praja untuk makan siang bersama Praja untuk memberi semangat ke Praja yang sudah lebih dua bulan di dalam Kampus saja tak bisa kemana-mana, menghibur Praja yang tak bisa mudik, tak bisa bersama keluarganya di kampus. Kami hadir sebagai orang tua Praja memberi perhatian dan berbagi kebahagiaan dihari kemanangan,” paparnya.
“Kami memahami masyarakat umum tak banyak paham aturan internal kami, termasuk jurnalis. Untuk itu, kami jelaskan diatas untuk kegiatan kemarin dan sekilas kehidupan praja dan aktivitas kampus selama masa pandemic ini. Kami orang terdidik yang taat aturan dan paham bagaimana kami mendidik manusia agar mengerti sebuah masalah dan problem solvingnya,” tambah Pabba.
Diprotes Warga
Sementara itu, tokoh masyarakat, Deni memprotes dengan mempertanyakan jika benar membuat keramaian tidak melanggar aturan, apakah masyarakat umum diizinkan menggelar hajatan di sebuah gedung?
“Kalau IPDN boleh, mengapa masyarakat tidak? Misalnya saya menikahkan anak di gedung, lalu saya undang tamu keluarga dan warga lain untuk makan-makan dan menikmati acara dangdutan, berarti ini boleh dong. Asalkan yang hadir menjaga jarak dan memakai masker. Tapi mengapa, di berita warga yang berkerumun yang jumlahnya mungkin 10 orang dibubarkan aparat? Apakah aturan tersebut hanya berlaku untuk masyarakat kecil, dan tak berlaku bagi lembaga besar seperti IPDN?” ucap Deni mengomentari acara IPDN tersebut.
Untuk menjawab hal tersebut, Deni berharap Pemerintah Kabupaten Sumedang dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat memberikan penjelasan atas kegiatan di IPDN agar masyarakat tak dibuat bingung.
“Kami harap ada penjelasan akan hal ini. Hukum jangan terkesan tumpul ke atas tajam kebawah. Ayo jelaskan apakah boleh kita menggelar acara keraiaman, jangan sampai masyarakat dianaktirikan oleh aturan,” pungkasnya. ***