CIMAHI, — Selama ini Satgas Citarum Harum Sektor 21 fokus pada saluran pembuang limbah pabrik tekstil yang tidak ada IPALnya. Tapi kali ini, Satgas juga mengecor lubang pembuang limbah pabrik coklat di Cimahi Selatan.
Hal ini diungkapkan Dansektor 21 Kol. Inf. Yusep Sudrajat saat Selasa (1/9-2020) bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Cimahi dan Provinsi Jawa Barat mengecek lubang pembuangan limbah pabrik coklat PT. Cipta Aneka Pangan Prima di Jl. Cikendal Kel. Melong Kec. Cimahi Selatan.
Ternyata, kata Dansektor 21, apa yang dilaporkan masyarakat sekitar pabrik tercium bau, limbah pabrik di anak sungai benar. “Setelah kita cek ternyata memang bau, terasalah bau, bau harum coklat, namanya juga pabrik coklat”.
Namun kenyataan di lapangan, perusahaan yang memroduksi aneka panganan ini tidak memiliki IPAL/ pengolahan limbah sisa hasil produksi, sehingga air yang keluar bercampur drainase yang dapat menimbulkan bau tak sedap.
Karena itu, Satgas Sektor 21 segera mengecor lubang pembuang limbah pabrik coklat itu yang akan dibuka lagi jika manajemen pabrik sudah membuat Instalasi Pembuang Air Limbah (IPAL)nya.
“Rumah tangga saja harus memiliki ipal. Masa perusahaan sebesar ini tidak memilliki ipal. Apalagi perusahaan ini sudah berjalan 10 Tahun”, jelas Dansektor.
Menurut Kol Yusep, masalah bising mesin kompressos udah komunikasikan dengan staf perusahaan agar segera dibuat peredam. ” Sehingga nantinya diharapkan tidak ada lagi suara dengungan itu terdengar oleh masyarakat sekitar.
“Pengalaman ini, kata Kolonel Yusep, menunjukkan bahwa masih banyak yang belum tersentuh oleh Satgas seperti pabrik makanan, hotel/penginapan atau rumah sakit.”
Karena itu, Satgas akan menyisir yang belum tersentuh itu satu per satu. Sebab, perusahaan yang bergerak dalam ekonomi harus menguntungkan semua pihak.
“Masyarakat bisa bekerja, manajemen pabrik pun mendapat keuntungan dan lingkungan bebas dari limbah kotor.
Sementara itu, Kepala Produksi Nanang Wahyu menyatakan, semula pabrik tidak menduga jika apa yang dibuang pabrik itu mengganggu lingkungan dan warga.
“Padahal yang dibuang pabrik itu adalah cucian alat-alat saja tetapi ternyata itu memang kewajiban dan kami saat itu memang belum faham namun kami tetap akan melaksanakan pembuatan IPAL, kata Nanang Wahyu.*
Elly