BANDUNG, — Apabila seorang terdakwa merasa tidak melakukan perbuatan yang didakwakan atau dituduhkan sebagaimana yang dimaksud dalam dakwaan penuntut umum, kehadiran saksi meringankan atau a de charge amatlah penting. Hak untuk mengajukan saksi meringankan tersebut dijamin dan dilindungi oleh Pasal 65 KUHAP jo Putusan MK 65/PUU-VIII/2010 serta Pasal 116 ayat (3) KUHAP Putusan MK/PUU-VIII/2020.
Demikian diungkapkan Penasehat Hukum Airlangga Gautama SH, disela-sela istirahat siang sidang lanjutan dugaan rasuah pengadaan lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Bandung 2012-2013 di PN Tipikor Bandung Jalan LL RE Martadinata, Bandung, Rabu (23/09/2020).
Menurut Airlangga, peranan saksi a de charge dalam proses persidangan sangat penting untuk menunjukan keseimbangan dari proses persidangan kliennya, Herry Nurhayat.
“Kita hadirkan a de charge Agus Carmana selaku supir pribadi. Keterangannya sangat penting untuk mematahkan dakwaan dan keterangan saksi Dodo yang menyebutkan klien saya menerima karungan uang di pelataran parkir Kantor Bagian Aset DPKAD Kota Bandung,” ujarnya.
Dijelaskan, kesaksian Dodo pada sidang tertanggal 12 Agustus 2020 yang menyebut telah mengantarkan uang dalam karung senilai Rp 2,5 miliar adalah bentuk fitnah keji kepada kliennya.
“Klien saya Herry Nurhayat sudah jujur di persidangan. Tidak ada yang disembunyikan, kalau dia menerima dia katakan menerima. Kan ada yang diakui (Herry Nurhayat-red) menerima. Kalau kesaksian Dodo itu tidak pernah ada, itu karangan dia saja,” ujar sosok yang akrab disapa Angga tersebut.
Saat persidangan berlangsung, saksi Agus Carmana (44) menjelaskan bahwa dirinya bekerja sebagai supir pribadi terdakwa Herry Nurhayat sejak tahun 2003 hingga tahun 2015. Selama 12 tahun bekerja dia mengaku mendapat gaji Rp 1,5 juta per bulan.
“Saya bekerja dari hari Senin sampai Jum’at dan menginap di rumah Pak Herry. Kalau libur Sabtu dan Minggu, saya pulang ke rumah,” ujarnya menjawab pertanyaan Airlangga seputar rutinitas pekerjaannya.
Dijelaskan, kesehariannya dia mengendarai mobil dinas Mitsubishi Kuda berwarna biru dan Kijang Innova berwarna hitam. “Setiap hari kerja saya yang mengantarkan Pak Herry ke kantornya di DPKAD lantai dua. Terkadang suka mengantarkan ke pendopo wali kota atau rapat-rapat di luar balai kota,” ujar Agus.
Diungkapkan, rutinitas Herry Nurhayat di kantornya hanya sampai pukul 17.00 WIB. “Tidak pernah sampai larut malam, sore sudah saya antar pulang,” sambung Agus.
Sepanjang bulan Ramadan tahun 2012 dan 2013, seingat Agus, tidak pernah Herry Nurhayat bekerja lembur di kantornya hingga larut malam.
“Kalau sepanjang bulan puasa suka taraweh keliling. Saya tidak pernah melihat siapapun memasukan sesuatu (Uang Rp 2,5 miliar dari saksi Dodo-red) ke dalam mobil bapak (Herry Nurhayat-red),” tukasnya.
Saat dicecar Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kepemilikan mobil Honda Freed berwarna hitam, Agus menjawab bahwa kendaraan roda empat tersebut sudah ada di kediaman Herry Nurhayat sebelum tahun 2012.
“Pak Herry tidak punya (Honda Freed-red) warna silver atau putih. Cuma yang hitam, itu yang suka dipakai oleh Adit (Anak Herry Nurhayat-red),” kata Agus.
Menurutnya, dia tidak mengenal Maryadi Saputra (Teman Adit-red) yang ditanyakan Jaksa KPK. “Kalau sama Pak Kadar Slamet kenal karena kantor dewan bersebelahan dengan kantornya di Asisten Daerah (Asda) III,” ungkap Agus.
Diakuinya, dia pernah mengantarkan Herry Nurhayat ke kediaman Kadar Slamet di Cilengkrang Cibiru Kota Bandung. Saat itu mobil yang dikendarainya dia parkir di pekarangan rumah Kadar Slamet. Namun dia membantah ketika ditanya Jaksa KPK apakah ada yang memasukan barang atau karung ke dalam mobil Herry Nurhayat.
“Tidak ada yang memasukan benda apapun, posisi saya dari awal datang hingga pulang ada di dalam mobil,” jawab Agus.
Sementara itu keterangan dua saksi lainnya Samsi Salmon dan Heri Heryawan, cenderung berkutat pada hubungan kinerja mereka dengan terdakwa Tomtom Dabbul Qomar. Sebagaimana diketahui, Samsi Salmon merupakan Anggota DPRD Kota Bandung periode 2004-2009 dari Fraksi Partai Demokrat, sedangkan Heri Heryawan merupakan Anggota DPRD Kota Bandung periode 2009-2014 dari Fraksi Partai Demokrat.
Saat dimintai tanggapannya oleh Ketua Majelis Hakim T Benny Eko Supriadi, terdakwa Kadar Slamet hanya menjawab singkat.
“Kedua saksi (Samsi Salmon dan Heri Heryawan-red) hanya rekan satu fraksi, tidak di komisi dan di Badan Anggaran (Banggar). Saya rasa keterangan keduanya tidak berkompeten,” ujar Kadar. (Dud)