BANDUNG,– Dinilai menikahi siri beberapa wanita, setelah bosan lalu diceraikan, seorang tokoh agama yang juga putra dari pendiri pesantren AB di Kutawaringin menjadi sorotan.
Hal tersebut dialami oleh seorang perempuan asal Rancaekek berinisial PBU, yang menjadi korban oknum pengurus pondok pesantren tersebut.
Dugaan pelecehan martabat perempuan tersebut dialami korban yang menyampaikan pengaduan serta Siaran Pers ke beberapa media.
Ia mengungkapkan, diduga ada beberapa perempuan lainnya yang jadi korban dinikahi oknum tokoh agama tersebut.
Selain diduga pelecehan martabat perempuan, tokoh tersebut diduga melakukan penistaan agama Islam, yakni mempermainkan perkawinan dan membudayakan nikah siri yang seharusnya pernikahan dianggap sakral, namun oleh pelaku hanya sekedar penyaluran syahwat semata.
“Dengan alasan menghindari perzinahan, kemudian para wanita tersebut dinikahi secara siri dan setelah dinikahi dalam waktu beberapa bulan, setelah merasa puas dan bosan kemudian diceraikan,” kata PBU.
Sementara orangtua PBU, Yuyun dan Budi mengatakan, sebagai orangtua juga keluarga besar PBU, pihaknya akan menyampaikan laporan pengaduan serta permintaan keadilan kepada pihak sesepuh pesantren sehubungan dengan adanya dugaan perbuatan tidak menyenangkan dan pelecehan martabat perempuan serta dugaan penistaan agama.
“Kami menilai oknum ini mempermainkan perkawinan dan membudayakan nikah siri. Ia adalah salah satu putra bapak kiai yang juga pengurus pesantren, yakni Haji DMS. Yang mana seharusnya pernikahan dianggap sakral dan untuk membangun suatu rumah tangga yang Samawa ,namun oleh Haji DMS ini menikahi wanita secara SIRI hanya sekedar bersenang-senang,” ujarnya.
Pihaknya mengaku dilecehkan, terlebih putri mereka yang baru menjalani hubungan suami istri dengan DMS selama kurang lebih 3 bulan, tiba-tiba dipulangkan dan diceraikan Haji DMS tanpa menyampaikan alasan yang jelas, tanpa adanya konflik rumah tangga seperti umumnya yang bercerai.
“Jadi jelas niatnya bukan untuk ibadah, namun mempersunting dan memperistri para wanita untuk membangun rumah tangga, akan tetapi mungkin sekedar untuk menyalurkan syahwat semata,” ujar Yuyun, ibu korban.
Sementara Budi menuturkan, kemungkinan alasan daripada berzina yang penting dinikahi, namun hal itu adalah bentuk pelanggaran moral dan penistaan Agama yakni mempermainkan pernikahan bukan untuk membangun rumah tangga yang Sakinah, tetapi hanya untuk mempermainkan putri kami, serta tindakan nikah siri jelas sangat merugikan pihak perempuan.
Ia membeberkan, tindakan oknum tokoh pesantren tersebut jelas bertentangan dengan Undang-undang No 1 tahun 1974 dan UU nomor 16 tahun 2019 tentang perkawinan, Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, dan jika keluarga atau orangtua tidak terima atas tindakan oknum tersebut jelas itu melanggar pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan.
“Kami salah satu korban yang baru saja putri kami diceraikan oleh putra bapak Kiai Pimpinan Pondok Pesantren terkemuka di Cipatik Soreang ingin meminta penjelasan dan jawaban alasan menjatuhkan talaq tanpa sebab dan dalam kurun waktu usia pernikahan menginjak kurang lebih 3 bulan,” kata Budi.
Pihak orangtua korban tidak terima putrinya diperlakukan seperti itu, dan merasa terhina dan dipermainkan karena pernikahan adalah sesuatu yang sakral bukan permainan dan keluarga pun tidak terima merasa dirugikan secara moril.
Lebih jauh ia mengatakan, sehubungan dengan peristiwa tersebut para korban akan membuat laporan ke pihak berwajib Unit PPA, ke Komnas Perempuan serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Kemenag, Kemendikbud serta pengaduan ke sejumlah media massa, agar tindakan oknum tokoh agama tersebut dapat diberikan sanksi hukum maupun sanksi sosial.
“Selain itu pula, untuk mengedukasi masyarakat jangan sampai membudayakan nikah siri serta jangan ada perempuan perempuan calon korban lainnya,” tandas Budi. (nang)