BANDUNG, — Tanpa mengurangi apresiasi terhadap kinerja jaksa KPK yang mengabulkan permohonan justice collaborator Kadar Slamet selaku kliennya, penasehat hukum Rizky Rizgantara SH mengkritisi tajam membengkaknya hukuman tambahan uang pengganti dari semula Rp 4,7 miliar dalam surat dakwaan menjadi Rp 5,8 miliar pada tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi.
Saat sidang penyampaian pledoi (nota pembelaan) di PN Tipikor Bandung, Jumat (23/18/2020), Rizki menyatakan tidak sependapat dengan tim jaksa KPK yang dinilainya abai terhadap barang bukti dan keterangan saksi terkait seputar aliran uang dimaksud.
Diungkapkan Rizky, merujuk pada keterangan terdakwa Herry Nurhayat sebagaimana termuat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi Herry Nurhayat untuk terdakwa Kadar Slamet tertanggal 28 Mei 2019 Nomer 21 dan 39 serta BAP Herry Nurhayat selaku tersangka tanggal 31 Maret 2020 Nomer 26 dan 29, secara jelas telah menerangkan bahwa benar adanya sekitar tahun 2012 terjadi pemberian uang sebesar Rp 1 miliar dari kliennya yang diterima oleh Herry Nurhayat melalui Pupung Khadijah.
“Selanjutnya, saksi Pupung Khadijah memberi keterangan tentang penggunaan uang tersebut, sebagaimana termuat pada BAP point 20 halaman 8 yang menyebutkan bahwa uang dimaksud telah diserahkan kepada Herry Nurhayat,” ujar Rizky.
Dibeberkannya, merujuk pada BAP Pupung, uang yang diterima Herry Nurhayat dari Kadar Slamet tersebut antara lain dipergunakan untuk FKPP sebesar Rp30 juta, Pak Toha Surabaya Rp 30 juta, Pak Toha Rp Rp 340 juta, Polres Sukirman Rp100 juta, Polres Rp100 juta, Tanah (Pa Pram) Rp 23.715 juta, Tanah (Pa Pram) 3,6 juta dan Pak Toha (Tgl 13-12-2012) Rp 500 juta.
“Total seluruhnya Rp 1,1 miliar. Tentunya itu menjadi bukti yang menguatkan bahwa penerimaan uang dari klien kami Rp 1 miliar kepada saudara Herry Nurhayat melalui saudari Pupung benar adanya,” ungkap Rizky.
Dijelaskan, keterangan berbeda Pupung sebagaimana tertuang dalam BAP dan saat bersaksi di persidangan, bertentangan dengan dengan ketentuan Pasal 185 ayat (6) huruf a KUHAP, yang menyatakan bahwa keterangan saksi harus berkesesuaian satu dengan yang lain.
Rizky juga menggaris bawahi bahwa keterangan saksi Pupung patut diduga dalam pengaruh tekanan Herry Nurhayat. Pasalnya, dalam BAP tertanggal 28 Februari 2018 Nomer 18 Halaman 8, Pupung mengakui pernah dipanggil oleh Herry Nurhayat ke Rutan Kebon Waru.
“Benar saya pernah dipanggil oleh saudara Herry Nurhayat sekitar tanggal 15 Oktober 2013 melalui Bu Betty. Saya bersama Bu Betty naik motor ke Rutan Kebon Waru tempat Pak Herry dipenjara,” ujar Rizky, membacakan BAP Pupung dimaksud.
“Di sana saya ditanyai oleh saudara Herry Nurhayat, apakah saya sudah diperiksa terkait pengadaan tanah RTH? Saya harus menjawab seolah-olah saya tidak mengetahui uang yang diberikan Pak Kadar Slamet melalui Pak Adang saat pencairan RTH dan saya diminta agar saya menjawab tidak pernah diberi uang terkait pengadaan tanah atau memberikan uang kepada Herry Nurhayat,” lanjut Rizky, masih membacakan BAP Pupung.
Masih dalam BAP nya, kata Rizky, Pupung menjawab kepada Herry Nurhayat bahwa dirinya tidak bisa berbuat seperti yang Herry Nurhayat minta. Hal itu mengingat semua dokumen telah disita oleh penyidik KPK dalam perkara suap hakim bansos.
“Dari apa yang kami ungkapkan tersebut, sangat jelas bahwa pemberian uang Rp 1 miliar dari klien kami kepada terdakwa Herry Nurhayat benar terjadi dan benar adanya,” ujar Rizky.
Pihaknya berharap agar majelis hakim mempertimbangkan secara objektif dan berkeadilan menyikapi beban tuntutan uang pengganti kliennya yang bertambah Rp 1,1 miliar sebagai ekses pengingkaran dari terdakwa Herry Nurhayat.
“Sesuai dengan fakta hukum di atas, kami mohon yang mulia majelis hakim mengabaikan uang pengganti Rp 1,1 miliar yang dibebankan jaksa penuntut kepada klien kami. Selanjutnya, mengingat klien kami bersikap sopan dan jujur selama persidangan, mohon kiranya yang mulia majelis hakim dapat meringankan hukumannya,” pungkas Rizky.
Menjawab itu, jaksa KPK Budi Nugraha menyatakan tetap pada tuntutannya. “Kami tetap pada tuntutan,” ujar Budi Nugraha. *rie