JAKARTA,– “Iya bang, saya tahu itu. Menyedihkan ya. Disaat Dana Desa yang diberikan Presiden Jokowi terus naik, jumlah korupsinya pun terus naik. Kalau tidak salah, ada lebih 250 kasus Dana Desa yang merugikan Negara hingga Rp 170-an milyar,” demikian Uchok Sky Khadafi, Direktur Eksekutif CBA-Center For Budget Analysis, kepada patrolicyber.com Rabu (12/2/2020) disela kegiatannya.
Dia yang dikenal sebagai aktivis ini memang selalu dan akan menjadi musuh koruptor, baik dari tingkat desa hingga pusat dan sudah pilihan hidupnya. Dia menikmati semua itu sebagai bahkan dari ‘amar maruf nahi munkar’. Dan, itulah sebabnya, dia tak segan-segan mengkritisi kebijakan pemerintah dan siapapun yang dinilai menyimpang.
“Saya tidak bisa berdiam diri, jika ada yang menyimpang. Saya harus bicara, tidak bisa diam apapun resikonya,” kata pria yang akrab dipanggil Uchok tersebut.
Uchok memang dikenal sebagai sosok yang konsisten. Kritik pedasnya menjadi momok bagi para pengguna anggaran dan lainnya. Kritiknya membuat telinga mereka panas. Termasuk aparat pemerintah dan juga legislatif yang kena ‘semprot’ jika melanggar aturan penggunaan anggaran, baik Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Kritikannya juga bukan asal bunyi karena dia mengantongi data atas apa yang dikritisi.
Uchok menambahkan lagi, sektor pemerintahan dan infrastruktur menjadi ladang basah korupsi Alokasi Dana Desa (ADD) dan Dana Desa (DD).
“Anggarannya ada, tetapi klisenya adalah minimnya pengawasan dan akuntabilitas pelaksanaan program di desa sehingga menjadi faktor utama korupsi dana desa. Sejak tahun 2015 presiden Jokowi sangat concern dalam penguatan ekonomi desa dan pembangunan infrastruktur Desa,maka Dana Desa pun dinaikan setiap tahun.
Tahun 2019-2020 anggaran Dana Desa mencapai Rp 70 triliun, meningkat 16,67 % dari tahun sebelumnya. Anggaran DD berasal dari APBN dan dimulai sejak 2015, sementara ADD bersumber dari APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota dengan jumlah minimal sebesar 10 % dari Dana Alokasi Umum dan Dana bagi hasil. Keduanya sumber pendapatan asli desa. Maka kedua postur anggaran tersebut rawan dikorupsi oleh kepala desa dan perangkat desanya.
“Dalam Dana Desa, memang saya belum melihat ada anggaran khusus untuk penanggulangan sampah, yang ada itu untuk sanitasi, reboisasi, dan infrastruktur kalau tidak salah ya. Sedangkan jika sampah tidak dimanage dengan baik dimulai dari tingkatd, itu bisa menjadi bencana Nasional,” ujarnya.
Contoh kecil, kata dia, sungai-sungai, saluran air, waduk, situ, embung dan bendungan penuh dengan sedimen sampah, maka jalur atau distribusi air bisa tidak baik. Otomatis air akan meluap ke daratan, selain menggenangi desa sekitar sebagian masuk perkotaan.
“Ibu Kota Jakarta kerap banjir karena manajemen sampahnya minim, ditambah kiriman sampah melalui sungai dari desa kabupaten/kota lain sekitarnya. Di Ibu kota ada perdanya itu waktu jaman Jokowi menjadi gubernur. Karena keprihatinan dari produksi sampah Ibukota sekitar 6000 ton/hari, yang dibuang ke sungai sekitar 2.000-3.000 ton. Ada denda Rp 5-50 juta itu bagi pelanggarnya. Saya tidak mengikuti lagi bagaimana endingnya. Saya juga tidak paham sejauh apa sampah Ibukota berhasil diadded-point-kan, sehingga sampah Ibukota menjadi sahabat warga. Salah satu contoh lagi, banjir bandang Desa Cipanas, Lebak, Banten itu akhirnya diketahui salahsatunya akibat sedimen sampah dari hutan sekitar. Termasuk akibat penambangan liar, dan sebagainya,” urainya.
Masih kata Uchok, saat ini ada lebih 74.000 desa seluruh Indonesia, sedangkan jumlah BUMDes-nya belum sampai 7000 desa. Sampah desa itu bisa menjadi sahabat jika ada manajemen tepat guna sehingga bisa dimaksimalkan sebagai satu cara memberdayakan ekonomi warga desa yang mana akan juga mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran di desa, dan BUMDes adalah salah-satu solusinya.
“Iya, saya belum data berapa gubernur, bupati dan walikota yang telah punya perda soal sampah ini, dalam arti pencegahan dan optimalisasi sampah sebagai added-point ekonomi desa. Tapi saya yakin belum banyaklah yang serius soal ini. Kedepan, anggaran untuk program pemberdayaan sampah desa Itu harus disediakan minimal 20-30% dari Dana Desa. Lalu diawasi penggunaannya, dan itu menjadi kerja kita bang: CBA, Pers dan LSM yang perduli terhadap Dana Desa dan Sampah Desa. Angka 20-30% itu angka minimal, lebih dari Itu berarti lebih baiklah,” demikian Uchok mengakhiri.
Benar saja, Uchok memang selalu menjadi monster menakutkan bagi para koruptor. (PpRief/RL)